Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dari Sahabat

 

Cerita Kisah Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dari Sahabat

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, nabi akhir zaman  yang menjadi panutan bagi seluruh umat muslim, memiliki akhlak budi pekerti yang sangat mulia. Keindahan akhlak Baginda nabi besar Muhammad shallallahu salam menjadikan beliau manusia yang paling mulia disisi Allah.

Namun dibalik itu semua, beliau tetap menjadi pribadi yang begitu sederhana bahkan hal ini disaksikan oleh para sahabat dan keluarga beliau.

Keindahan akhlak serta kesederhanaan nabi Muhammad sangat diakui tidak ada pemimpin besar yang kehidupannya sangat sederhana seperti nabi Muhammad. Inilah nabi yang mendapat predikat akhlaknya adalah Alquran.

Ketika para raja-raja maupun pemimpin  dunia bermegah-megahan  dengan harta benda, kekayaan, semua yang berurusan dengan dunia , namun tidak dengan nabi Muhammad sebagai pemimpin para nabi dan rasul beliau tetap tampil dalam kesederhanaan. Kesederhanaan beliau harus dicontoh oleh semua umat manusia.

Kesederhanaan tidak hanya tercermin dalam gaya hidup saja, tetapi juga dalam pola pikir mencari penghidupan. Seorang yang berpikiran sederhana, tentunya tidak akan sampai melebihi batas kebutuhan hidup. Tuntutan dan keinginan akan selalu disesuaikan dengan kemampuan. Sehingga tidak ada rasa ingin menguasai dan memiliki hak orang lain di luar haknya.

Kisah Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dari Sahabat sayyidina Umar bin Khattab

Kisah kesederhanaan Rasulullah saw. terekam dalam sebuah hadits yang menceritakan betapa beliau tidak mempunyai keinginan menumpuk harta, walaupun jikalau mau sangatlah mudah baginya. Ketika Islam telah telah berkembang luas dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran, Sahabat Umar bin Khattab R.a berkunjung ke rumah Rasulullah saw. ketika dia telah masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudhu.

Keharuan muncul dalam hati Umar Ra. Tanpa disadari air matanya berlinang, maka kemudian Rasulullah saw menegurnya. “gerangan apakah yang membuatmu menangis?” Umarpun menjawabnya, “bagaimana aku tidak menangis Ya Rasulallah? Hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah Tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di tangan Tuan telah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat, dan kemakmuran telah melimpah.” Lalu beliau menjawab “Wahai Umar aku ini adalah Rasul Allah, Aku bukan seorang Kaisar dari Romawi dan bukan pula seorang kaisar dari Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.

Kata-kata Aku bukan Kaisar Romawi, Aku bukan Kisra Persia, tidak berarti Rasulullah tidak memiliki kesempatan, mengingat keterangan Umar bahwa di tangan Rasulullah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat.

Namun niat Rasulullah saw dalam kalimat terakhir itu merupakan kata paling berharga “Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.”. Apa yang diisyaratkan Rasulullah saw sangatlah jelas, bahwa tidak selamanya hidup dengan kemewahan dan gelimang harta adalah berkwalitas, jutru sebaliknya. Seringkali kehidupan semacam itu menjadikan hidup terasa kering dan sunyi.

Kisah Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dari Sahabat Ibnu Mas'ud 

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, suatu ketika sahabat Ibnu Mas'ud datang ke rumah Rasulullah SAW. Ketika itu, Rasulullah SAW sedang berbaring di atas selembar anyaman daun kurma. Pada saat beliau bangun dari tidurnya, tampak membekas guratan daun kurma pada pipi Rasulullah. Ibnu Mas'ud berpikir bahwa Muhammad adalah Nabi Allah, pemimpin umat yang ditauladani, bahkan beliau adalah seorang pembesar.

Menurut pemikiran Ibnu Mas'ud, tidaklah pantas seorang yang mulia tidur seperti itu. Ibnu Mas'ud kemudian berkata, "Wahai Rasul, sebaiknya kucarikan bantal untukmu". Mendengar demikian buru-buru Rasulullah SAW mencegah, "Tiada keinginanku untuk itu, Wahai Ibnu Mas'ud. Aku dan dunia ini, bagaikan seseorang yang sedang bepergian yang sebentar berteduh ketika matahari terik. Bernaung di bawah pohon rindang, kemudian setelah berkurang rasa lelah, akan melanjutkan perjalanan ke arah tujuan. Bukannya terus menerus ingin berteduh."

Sebagai seorang yang mulia, pemimpin umat, disegani oleh penguasa-penguasa negeri lain, Rasulullah tetap sederhana. Kesederhanaan itu tidak hanya diterapkan bagi dirinya sendiri, namun juga bagi keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Beliau seorang pembesar, namun seringkali dapur keluarganya tidak mengepul.

Kisah Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dari Siti Aisyah 

Dalam riwayat lain diterangkan tentang pengakuan Aisyah, istri beliau kepada kemenakannya, Urwah, "Kamu lihat sendiri, seringkali berhari-hari dapurku tidak menyala". Urwah bertanya, "Lalu, apa yang sehari-hari kalian makan?". Aisyah menjawab, "Paling banter makan kurma beberapa butir dan air putih saja. Kecuali jika ada para tetangga Anshar yang berbaik hati mengantarkan makanan kepada Rasulullah, dari mereka kami bisa merasakan seteguk susu". Lalu Rasulullah menimpali, "Kami ini segolongan yang tidak akan makan kecuali jika lapar. Sedangkan jika kami makan, tidak harus sampai kenyang".

Itulah kesederhanaan Rasulullah SAW terhadap harta benda. Kesederhanaan hidup demikian yang menimbulkan kesan bahwa Rasulullah SAW sangat miskin karena benci terhadap harta benda. Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak mengajarkan kepada umatnya untuk menempuh jalan kemiskinan, melainkan mengajarkan kepada umatnya untuk hidup sederhana dan tidak rakus terhadap harta kekayaan. Sebab seandainya Rasulullah mau, maka beliau pun bisa menjadi kaya raya. Bukankah beliau juga adalah seorang pembesar "laksana raja" yang disegani oleh penguasa-penguasa di jazirah Arab hingga sampai daratan Asia.

Dalam sebuah riwayat yang dituturkan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sekiranya aku punya emas sebesar gunung Uhud ini, niscaya aku tidak akan senang jika sampai berlalu lebih dari tiga hari, meski padaku hanya ada sedikit emas, kecuali akan aku pakai untuk membayar hutang yang menjadi tanggunganku” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Itulah kesederhanaan hidup yang dicontohkan Rasulullah. Beliau adalah tipe manusia yang paling sederhana di kolong jagad ini. Tidak gemar menumpuk harta, kecuali hanya untuk modal hidup. Dapat dipahami jika saat wafat, baju besi beliau digadaikan kepada seorang Yahudi untuk ditukar dengan gandum sebagai warisan bagi keluarga beliau.

Sebagai pemimpin yang menggenggam kekuasaan dan pengaruh besar, tentu Rasulullah mampu hidup bergelimang harta. Tetapi beliau lebih memilih hidup secara sederhana. Posisi terpandang dan disegani seluruh masyarakat Arab tidak lantas beliau manfaatkan sebagai batu loncatan untuk mengeruk kekayaan bagi diri dan sanak famili. 

Posting Komentar untuk "Kisah Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dari Sahabat"