Hukum dan Ketentuan Ististna
Hukum-hukum istisna’ sesuai dengan adat istisna’nya, yaitu:
1. Istisna’ dengan إلا
- Kalam tam mujab
Pada kalam tam mujab hukum mustasna minhunya wajib dibaca nashob. Misalnya ينجح التلاميذُ إلا الكسولَ . lafadz الكسولَ wajib dibaca nashob karena menjadi istisna’, baik yang muttashil maupun yang munqoti’
- Kalam tam manfi
Pada kalam tam manfi hukum mustasna minhunya ada 2, yaitu boleh dibaca rofa’ dan juga boleh dibaca nashob:
· Jika dibaca nashob maka mustasna minhunya sebagai istisna’. Misalanya, . ماجاء القوم إلا زيدا
Tetapi mustasna minhunya juga bisa berkedudukan sebagai badal. Misalnya, ما رأيتُ القومَ إلا زيدا lafadz زيدا bisa berkedudukan sebagai istisna’ juga bisa berkedudukan sebagai badal dari lafadz القومَ
· Jika dibaca rofa’ maka kedudukannya sebagai badal. Misalnya, عليٌّ ماجاء القوم إلا lafadz عليٌّ berkedudukan sebagai badal dari lafadz القوم
Pada kalam tam manfi terdapat perbedaan bacaan antara bacaan Banu Tamim dan Jumhur Ulama’, yaitu:
· Menurut Banu Tamim, kalimat yang berjenis muttashil dan munqoti’ sama-sama harus dibaca manshub. Misalnya:
a. ما قام القوم إلا زيدا ( kalam berjenis muttashil)
b. ما قام القوم إلا حمارا (kalam berjenis munqoti’)
· Menurut Jumhur Ulama’, ada perbedaan bacaan antara kalam yang berjenis muttashil dan kalam yang berjenis munqoti’, yaitu:
a. Kalam yang berjenis muttashil, maka mustasnanya boleh di baca rofa’ dan boleh dibaca nashob. Ketika dibaca rofa’ maka mustasnanya berkedudukan sebagai badal, sedangkan ketika dibaca nashob maka mustasnanya bisa berkedudukan sebagai istisna’ ataupun menjadi badal dari mustasna minhunya . Misalnya:
ما جاء القوم إلا زيدٌ : lafadz زيدٌ berkedudukan sebagai badal
ما جاء القوم إلا زيدا : lafadz زيدا berkedudukan sebagai istisna’
ما رأيتُ القوم إلا زيدا : lafadz زيدا berkedudukan sebagai istisna’ atau bisa juga sebagai badal
b. Kalam yang berjenis munqoti’, maka mustasnanya wajib dibaca nashob saja. Misalnya, ماخاء القوم إلا حمارا
- Kalam naqish
Pada kalam naqish hukum mustasnanya adalah sesuai dengan amilnya. misalnya, ولا تقولوا على الله إلا الحقَّ (النساء: 171) lafadz الحقَّ kedudukannya sebagai maf’ul bih, atau contoh yang mustasnanya berkedudukan sebagai fa’il adalah هل يهلك القومُ الفاسقون (الأحقاف: 35), ada juga yang nafinya ma’nawy contohnya, ويأْبى الله إلا أن يُتِمَّ نورَهُ (التوبة: 32) لأن معنى يأْبى: لا يريد
2. Istisna’ dengan غير, سِوى, سُوى, سَواء
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah غير, سِوى, سُوى, سَواء adalah majrur atau menjadi mudhof ilaih dari adat tersebut. Sedangkan, adat istisna’nya beri’rob/berhukum sesuai dengan mustasna dengan إلا . misalkan:
- Pada kalam tam mujab
جاءالقومُ غيرَ خالدٍ dibaca غير dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’
- Pada kalam tam manfi
ما جاء القوم غيرَ خالدٍ dibaca غيرَ dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’, atau dibaca
ماجاء القومُ غيرُ خالدٍ dibaca غيرُ dengan mendhommah huruf ro’ karena menjadi badal dari lafadz القومُ
- Pada kalam naqish
ما جاءغيرُ خالدٍ lafadz غيرُdengan mendhommah huruf ro’nya karena menjadi fa’il
ما رأيتُ غيرَ خالدٍ lafadz غيرَ dengan menfathah huruf ro’nya karena menjadi maf’ul bih. Tidak dikatakan istisna’ karena jumlah ini termasuk kalam naqish yang tidak disebutkan mustasna minhunya
مررتُ بغيرِ خالدٍ lafadz غير dengan mengkasroh huruf ro’nya karena majrur oleh huruf jar
3. Istisna’ dengan ليس dan لايكون
Hukum mustsna/lafadz yang jatuh setelah ليس dan لايكون adalah wajib manshub karena menjadi khobar dari kedua lafadz tersebut. Misalkan, جاء القوم ليس خالدا / جاء القوم لا يكون خلدا . lafadz خالدا dinashobkan karena menjadi khobar, baik khobar dari lafadz ليس maupun lafadz لا يكون yang mana isimnya itu tesimpan yang kembali ke mustasna minhunya.
4. Istisna’ dengan خلا, عدا, حاش
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah lafadz خلا, عدا, حاش adalah boleh dibaca nashob atau dibaca majrur
- Jika dibaca fathah maka lafadz خلا, عدا, حاش sebagai kalimat fi’il madhi dan lafadz yang jatuh setelahnya disebut maf’ul bih. Misalkan, قام القومُ عدا زيدا
- Jika dibaca majrur maka lafadz خلا, عدا, حاش sebagai huruf jar tambahan dan lafadz yang jatuh setelahnya disebut majrur. Misalkan, قام القوم عدا زيدٍ
Lafadz خلا dan عداpaling banyak menashobkan mustasna dan sedikit memajrurkan mustasnanya. Sedangkan lafadz حاش paling banyak memajrurkan mustasnanya dan sedikit menashobkan mustasnanya.
Keterangan tambahan:
Mustasna boleh dibaca majrur dengan ketentuan:
1. Huruf jarnya itu harus asli bukan tambahan.
Misalnya, ما أخذتُ الكتابَ من أحدٍ إلا خالدٍ
Sedangkan yang dimaksud dengan huruf tambahan adalah seperti contoh berikut, ماجاءني من أحدٍ إلا خالدًا/خالدٌ lafadz خالد tidak boleh dibaca majrur karena huruf jarnya adalah huruf tambahan. Kemudian, lafadz خالد dibaca manshub karena menjadi istisna’ dengan إلا, sedangkan ketika dibaca marfu’ lafadz خالد berkedudukan menjadi badal dari lafadz أحدٍ, lafadz أحدٍ berkedudukan menjadi fa’il yang bermahal rofa’.
2. Huruf jarnya tidak boleh diulang-ulang
Contoh, مامررتُ بأحدٍ إلا بخالدٍ contoh disamping adalah salah yang benar adalah ما مررتُ بأحد إلا خالدٍ .
Syibhu Ististna
Lafadz-lafadz yang menyerupai istisna’ adalah لا سيّما dan بيدَ :
1. Lafadz لا سيّما
Lafadz لا سيّما adalah kalimat yang tersusun dari lafadz;
- لا : laa nafiyah lil jinsi
- سيّ: isim
- ما : mempumpunyai 3 keadaan:
· Huruf ما berupa huruf tambahan, pada keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah lafadz لا سيّما dibaca majrur, kedudukannya menjadi mudhof pada lafadz سيّ.
Misalkan, لا سيّما تلميذٍ مثلِك
· Huruf ما berupa isim sifat yang disandarkan, dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah لا سيّما dibaca marfu’,kedudukannnya menjadi khobar yang mubtada’nya dibuang dengan mengira-ngirakan lafadz هو .
Misalkan, لا سيّما تلميذٌ مثلُك
· Huruf ما berupa isim yang bersandar pada lafadz سيّ , dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah لا سيّما dibaca manshub, kedudukannya menjadi tamyiz ( dengan syarat isimnya nakiroh).
Misalkan, لا سيّما تلميذًا مثلَك
2. Lafadz بيدَ
Lafadz بيدَ adalah isim yang tetap dibaca nashob karena menjadi istisna’. Dan dapat ditemukan pada jenis istisna’ yang munqoti’. Lafadz بيد itu harus bersandar pada masdar muawwal yaitu yang dapat menashobkan isim dan merofa’kan khobar.
Misalnya, إنه لكثير المالِ بيدَ أنه بخيلٍ.
Posting Komentar untuk "ististna : Pengertian, Ketentuan, Macam, dan Contohnya."