Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ististna : Pengertian, Ketentuan, Macam, dan Contohnya.

ististna : Pengertian, Ketentuan, Macam, dan Contohnya.


Pengertian Ististna’ - الْاِسْتِثْنَاءِ

Istisna’ menurut bahasa adalah pengecualian, sedangkan menurut istilah adalah mengecualikan suatu perkara setelah adanya lafadz إلا atau saudara-saudaranya إلا. Atau bisa juga diartikan dengan mengkhususkan sifat yang umum dengan di tengah-tengahi oleh salah satu adat dari beberapa adat istisna’.

Istitsna merupakan kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. yang dikecualikan disebut mustatsna minhu dan yang terkecualikan disebut mustatsna.

Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah adat/alat Ististna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hukum Mustastna Minhu, yaitu lafadz yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Dalam kitab. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. disebutkan :

المستثنى اسم منصوب يقع بعد اداة من ادوات الاستثنى ليخالف ما قبلها فى الحكم

Adapun uslub istisna’ itu tersusun atas 3 pokok, yaitu adat istisna’, مستثنى dan مستثنى منه. 
- adat istisna’ adalah alat atau perantara yang digunakan untuk mengecualikan. 
- مستثنى adalah lafadz yang dikecualikan atau lafadz yang jatuh setelah adat istitsna’,
-   مستثنى منه adalah lafadz yang  mengeluarkan atau lebih mudahnya yaitu lafadz yang jatuh sebelum adat istitsna’.
 contoh :

جاء القوم إلا زيدا 

 مستثنى  adalah lafadz زيدا ,
 مستثنى منه   adalah lafadz القوم .
إلا adalah perangkat atau alat istitsna

Huruf Ististna’ - الْاِسْتِثْنَاءِ

Mengenai huruf huruf ististna telah disebutkan dalam kitab Al jurumiyah :

وَحُرُوْفُ الْاِسْتِثْنَاءِ ثَمَانِيَةً، وَهِيَ: إِلَّا، وَغَيْرُ، وَسِوًى، وَسُوًى، وَسَوَاءٌ، وَخَلَا ، وَعَدَا، وَحَاشَا.

Huruf ististna’ ada 8(delapan) yaitu illa , ghairu , siwan , suwan , sawaa’un , kholaa , ’adaa , haasyaa.
dari delapan huruf ististna berikut klasifikasi berdasarkan varian ketentuan dan penggunaanya :
1.      إلاَّ kata penghubung istisna ini memiliki beberapa ketentuan dalam penggunaanya yaitu:
a.       Kata setelah kata penghubung ini harus mansub apabila berada setelah kalimat sempurna positif dan bukan kalimat larangan. Contoh:
حَضَرَ التَلاَمِيْزُ إلاَّ زَيْدً
para siswa telah hadir  kecuali zaid
b.      Kata setelah kata penghubung ini boleh mansub dan boleh juga mengikuti I’rabnya kata sebelumnya إلاَّ ( sesuatu yang dikecualikan ), hal ini apabila berada pada kalimat sempurna negatif  atau kalimat larangan. Contoh:
ماَ أَنْظُرُ أَحَدًا إلاَّ فَاطِمَةَ 
saya tidak melihat seorangpun kecuali fatimah
c.       Kata setelah kata penghubung ini ketentuan tasykil I’rabnya disesuaikan sesuai fungsinya apabila berada kalimat yang belum sempurna. Contoh:
مَا قَام إِلاَّ سُلَيْمَانُ     
tidaklah berdiri kecuali sulaiman
2.      سِوَى danغَيْرُkata yang jatuh setelah kata penghubung ini berfungsi sebagai mudhaf  ilaih, sedangkan tasykil I’rabnya berada pada kata penghubung ini dan ketentuannya sama seperti ketentuan kata yang jatuh setelah penghubungإلاّ . Contoh:
مَا أَنْضُرُ أَحَدًا غَيْرُ فاَطِمَةِ
saya tidak melihat seorang pun kecuali fatimah
3.      حاَشاَ ،خلا ،عَدَاkata yang jatuh setelah kata penghubung ini boleh manshub boleh majrur. Apabila manshub berarti kata penghubung ini dianggap sebagai kata kerja, sedangkan apabila setelahnya majrur maka kata penghubung ini dianggap preposisi. Contoh:
زُرْتُ مَسَاخِدَ المَدِينَةِ خَلاَ وَاحِدًا/ وَاحِدٍmasjid masjid kota telah saya kunjungi kecuali satu

Macam Macam Ististna’

Macam-macam istisna’ ada 3, yaitu:
1.      Kalam tam mujab
Kalam tam mujab adalah kalimat yang didalamnya disebutkan mustasna dan mustasna minhunya namun tidak didahului oleh maa nafi atau shibhun nafi, syibhun nafi terdiri dari laa nafi atau istifham inkary.
 Misalnya,/ ينجح إلاالكسول التلاميذُ   ينجح التلاميذُ إلا الكسولَ .
2.      Kalam tam manfi
Kalam tam manfi adalah kalimat yang didalamnya disebutkan mustasna dan mustasna minhunya serta didahului oleh ma nafi atau shibhun nafi. Misalnya:
-          ماجاء القوم إلاعليٌ/عليًّا  (contoh yang maa nafi)
-          لا يقمْ أحدٌ إلا سعيدٌ/سعيدًا (contoh yang laa nafi)
-          هل فعل هذا الرجلُ إلا أنتَ/إيَّاك (contoh yang istifham)
3.      Kalam naqish
Kalam naqish adalah  kalimat yang tidak disebutkan mustasna minhunya, serta wajib disertai/didahului oleh maa nafi atau syibhu nafi. Misalnya, ما جاء إلا عليٌّ

Hukum dan Ketentuan Ististna

Hukum-hukum istisna’ sesuai dengan adat istisna’nya, yaitu:
1.      Istisna’ dengan إلا
-          Kalam tam mujab
Pada kalam tam mujab hukum mustasna minhunya wajib dibaca nashob. Misalnya ينجح التلاميذُ إلا الكسولَ . lafadz الكسولَ wajib dibaca nashob karena menjadi istisna’, baik yang muttashil maupun yang munqoti’
-          Kalam tam manfi
Pada kalam tam manfi hukum mustasna minhunya ada 2, yaitu boleh dibaca rofa’ dan juga boleh dibaca nashob:
·         Jika dibaca nashob maka mustasna minhunya sebagai istisna’. Misalanya,  . ماجاء القوم إلا زيدا
Tetapi mustasna minhunya juga bisa berkedudukan sebagai badal. Misalnya, ما رأيتُ القومَ إلا زيدا  lafadz زيدا  bisa berkedudukan sebagai istisna’ juga bisa berkedudukan sebagai badal dari lafadz القومَ
·         Jika dibaca rofa’ maka kedudukannya sebagai badal. Misalnya, عليٌّ   ماجاء القوم إلا  lafadz  عليٌّ    berkedudukan sebagai badal dari lafadz القوم
Pada kalam tam manfi terdapat perbedaan bacaan antara bacaan Banu Tamim dan Jumhur Ulama’, yaitu:
·         Menurut Banu Tamim, kalimat yang berjenis muttashil dan munqoti’ sama-sama harus dibaca manshub. Misalnya:
a.       ما قام القوم إلا زيدا ( kalam berjenis muttashil)
b.      ما قام القوم إلا حمارا (kalam berjenis munqoti’)
·         Menurut Jumhur Ulama’, ada perbedaan bacaan antara kalam yang berjenis muttashil dan kalam yang berjenis munqoti’, yaitu:
a.       Kalam yang berjenis muttashil, maka mustasnanya boleh di baca rofa’ dan boleh dibaca nashob. Ketika dibaca rofa’ maka mustasnanya berkedudukan sebagai badal, sedangkan ketika dibaca nashob maka mustasnanya bisa berkedudukan sebagai istisna’ ataupun menjadi badal dari mustasna minhunya . Misalnya:
 ما جاء القوم إلا زيدٌ :  lafadz زيدٌ berkedudukan sebagai badal
ما جاء القوم إلا زيدا :  lafadz زيدا  berkedudukan sebagai istisna’
ما رأيتُ القوم إلا زيدا  : lafadz زيدا berkedudukan sebagai istisna’ atau bisa juga sebagai badal
b.      Kalam yang berjenis munqoti’, maka mustasnanya wajib dibaca nashob saja. Misalnya, ماخاء القوم إلا حمارا
-          Kalam naqish
Pada kalam naqish hukum mustasnanya          adalah sesuai dengan amilnya. misalnya, ولا تقولوا على الله إلا الحقَّ (النساء: 171) lafadz الحقَّ kedudukannya sebagai maf’ul bih, atau contoh yang mustasnanya berkedudukan sebagai fa’il adalah هل يهلك القومُ الفاسقون (الأحقاف: 35), ada juga yang nafinya ma’nawy contohnya, ويأْبى الله إلا أن يُتِمَّ نورَهُ (التوبة: 32) لأن معنى يأْبى: لا يريد
2.      Istisna’ dengan غير, سِوى, سُوى, سَواء
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah غير, سِوى, سُوى, سَواء adalah majrur atau menjadi mudhof ilaih dari adat tersebut. Sedangkan, adat istisna’nya beri’rob/berhukum sesuai dengan mustasna dengan إلا . misalkan:
-          Pada kalam tam mujab
جاءالقومُ غيرَ خالدٍ  dibaca غير dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’
-          Pada kalam tam manfi
ما جاء القوم غيرَ خالدٍ  dibaca غيرَ dengan menfathah huruf ro’ karena menjadi istisna’, atau dibaca
ماجاء القومُ غيرُ خالدٍ  dibaca غيرُ dengan mendhommah huruf ro’ karena menjadi badal dari lafadz القومُ
-          Pada kalam naqish
ما جاءغيرُ خالدٍ lafadz  غيرُdengan mendhommah huruf ro’nya karena menjadi fa’il
ما رأيتُ غيرَ خالدٍ  lafadz غيرَ dengan menfathah huruf ro’nya karena menjadi maf’ul bih. Tidak dikatakan istisna’ karena jumlah ini termasuk kalam naqish yang tidak disebutkan mustasna minhunya
مررتُ بغيرِ خالدٍ  lafadz غير dengan mengkasroh huruf ro’nya karena majrur oleh huruf jar
3.      Istisna’ dengan ليس  dan لايكون
Hukum mustsna/lafadz yang jatuh setelah ليس  dan لايكون adalah wajib manshub karena menjadi khobar dari kedua lafadz tersebut. Misalkan, جاء القوم ليس خالدا / جاء القوم لا يكون خلدا . lafadz خالدا dinashobkan karena menjadi khobar, baik khobar dari lafadz ليس maupun lafadz لا يكون yang mana isimnya itu tesimpan yang kembali ke mustasna minhunya.
4.      Istisna’ dengan خلا, عدا, حاش
Hukum mustasna/lafadz yang jatuh setelah lafadz خلا, عدا, حاش  adalah boleh dibaca nashob atau dibaca majrur
-          Jika dibaca fathah maka lafadz خلا, عدا, حاش sebagai kalimat fi’il madhi dan lafadz yang jatuh setelahnya disebut maf’ul bih. Misalkan, قام القومُ عدا زيدا
-          Jika dibaca majrur maka lafadz خلا, عدا, حاش sebagai huruf jar tambahan dan lafadz yang jatuh setelahnya disebut majrur. Misalkan, قام القوم عدا زيدٍ
Lafadz خلا dan  عداpaling banyak menashobkan mustasna dan sedikit memajrurkan mustasnanya. Sedangkan lafadz  حاش paling banyak memajrurkan mustasnanya dan sedikit menashobkan mustasnanya.
Keterangan tambahan:
Mustasna boleh dibaca majrur dengan ketentuan:
1.      Huruf jarnya itu harus asli bukan tambahan.
Misalnya, ما أخذتُ الكتابَ من أحدٍ إلا خالدٍ
Sedangkan yang dimaksud dengan huruf tambahan adalah seperti contoh berikut, ماجاءني من أحدٍ إلا خالدًا/خالدٌ lafadz خالد tidak boleh dibaca majrur karena huruf jarnya adalah huruf tambahan. Kemudian, lafadz خالد dibaca manshub karena menjadi istisna’ dengan إلا, sedangkan ketika dibaca marfu’ lafadz خالد berkedudukan menjadi badal dari lafadz أحدٍ, lafadz أحدٍ berkedudukan menjadi fa’il yang bermahal rofa’.
2.      Huruf jarnya tidak boleh diulang-ulang
Contoh, مامررتُ بأحدٍ إلا بخالدٍ   contoh disamping adalah salah yang benar adalah ما مررتُ بأحد إلا خالدٍ .

Syibhu Ististna

Lafadz-lafadz yang menyerupai istisna’ adalah لا سيّما  dan بيدَ :
1.      Lafadz لا سيّما  
Lafadz لا سيّما adalah kalimat yang tersusun dari lafadz;
-          لا : laa nafiyah lil jinsi
-          سيّ: isim
-          ما : mempumpunyai 3 keadaan:
·         Huruf ما berupa huruf tambahan, pada keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah lafadz لا سيّما dibaca majrur, kedudukannya menjadi mudhof pada lafadz سيّ.
Misalkan, لا سيّما تلميذٍ مثلِك
·         Huruf ما berupa isim sifat yang disandarkan, dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah لا سيّما dibaca marfu’,kedudukannnya menjadi khobar yang mubtada’nya dibuang dengan mengira-ngirakan lafadz هو .
Misalkan, لا سيّما تلميذٌ مثلُك
·         Huruf  ما  berupa isim yang bersandar pada lafadz سيّ , dalam keadaan seperti ini isim yang jatuh setelah لا سيّما dibaca manshub, kedudukannya menjadi tamyiz ( dengan syarat isimnya nakiroh).
Misalkan, لا سيّما تلميذًا مثلَك
2.      Lafadz بيدَ
Lafadz بيدَ adalah isim yang tetap dibaca nashob karena menjadi istisna’. Dan dapat ditemukan pada jenis istisna’ yang munqoti’. Lafadz بيد itu harus bersandar pada masdar muawwal yaitu yang dapat menashobkan isim dan merofa’kan khobar.
Misalnya, إنه لكثير المالِ بيدَ أنه بخيلٍ.


Posting Komentar untuk "ististna : Pengertian, Ketentuan, Macam, dan Contohnya."