Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hubungan pertalian Nashab antara Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Râsyidin

Hubungan pertalian Nashab antara Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Râsyidin

nashab keturunan Nabi Muhammad SAW ialah dari golongan suku Quraisy. Yakni suatu kelompok yang sangat terpandang di tanah Makkah. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdulmuththalib bin Hasyim bin Abdimanaf.

Dalam hal ini, terdapat pertalian / hubungan darah antara Nabi Muhammad SAW dan Khulafatur Râsyidin, terlebih Sayyidina ‘Utsmân RA yang merupakan putra dari sepupu Nabi SAW yakni Arwa, sebagai putri dari bibi Nabi Muhammad SAW yang bernama al-Baidha’ binti Abdul Muththalib. Sedangkan Sayyidina ‘Alî RA adalah sepupu Nabi Muhammad SAW.

Di samping itu, keduanya merupakan menantu Nabi Muhammad SAW. Sayyidina ‘Utsmân menikah dengan dua putri Rasul SAW secara bergantian, yakni Sayyidatuna Ruqayyah RA dan Sayyidatuna Ummu Kultsûm RA. Sedangkan sayyidina ‘Alî RA menikah dengan Sayyidatuna Fâthimah RA.

Begitu pula dengan Sayyidina Abû Bakr RA dan Sayyidina ‘Umar RA yang merupakan mertua Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW menikah dengan Aisyah binta Abû Bakr RA dan Hafshah binta ‘Umar RA.

Inilah salah satu alasan mengapa Nabi Muhammad sangat mencintai para sahabatnya. Nabi Muhammad SAW tidak segan-segan memuji para sahabatnya dan menyebutnya sebagai generasi terbaik Islam.

عَنْ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (صحيح البخاري رقم 2457).

“Dari sahabat 'Imran bin Hushain ra ia berkata. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-sebaik generasi adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya lalu generasi sesudahnya”. (Shahih al-Bukhari, [2457]).

Kecintaan itu juga ditunjukkan oleh ahlul bait atau keluarga Nabi SAW kepada para sahabat, begitu pula para sahabat yang sangat mencintai dan menghormati keluarga nabi. Bahkan musibah perselisihan yang terjadi pada sebagian sahabat tidak dapat dijadikan tanda kalau di antara para sahabat tidak terjalin persaudaraan yang sangat erat. Justru sebaliknya, jalinan kemesraan yang bertaut di hati mereka ibarat cinta bersambut, kasih berjawab. Indahnya pergaulan antara keluarga dan sahabat Nabi SAW harus diteladani oleh umat Islam. Hal ini terungkap dari tutur kata dan perbuatan mereka mereka yang menunjukkan hal tersebut.

1. Sayyidina Alî berkata tentang sahabat Abû Bakr RA dan Umar RA:

إِنَّ خَيْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا اَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. (الشيعة منهم عليهم ص/60).

“Sesungguhnya umat yang paling baik setelah Nabinya adalah Abû Bakar RA dan Umar RA.” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 60).

2. Sayyidina Alî juga berkata tentang Sayidina Umar RA sebagai berikut:

لَمَّا غُسِلَ عُمَرُ وَكُفِنَ دَخَلَ عَلِيٌّ وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: مَا عَلَى اْلأَرْضِ أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيَّ اَنْ أَلْقَى اللهَ بِصَحِيْفَتِهِ مِنْ هَذِ الْمُسَجَّى بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ. (الشيعة منهم عليهم ص/53).

"Ketika sahabat ‘Umar dimandikan dan dikafani, Sayyidina Alî RA masuk, lalu berkata, “Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar).” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 53).

Sikap Sayyidina Alî RA ini merupakan ekspresi spontan dari lubuk hati terdalam bahwa di dalam hati beliau benar-benar tertanam jalinan kasih dan tambatan sayang kepada Sayyidina Umar RA. Sebab mustahil beliau melakukannya sekedar taqiyah (pura-pura) karena takut pada Sayyidina Umar RA, sebab pada waktu itu Sayyidina Umar RA telah meninggal dunia.

3. Ucapan Sayyidina Abû Bakar RA, tentang keluarga Rasulullah SAW:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، لَقَرَابَةُ رَسُوْلِ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِيْ. (صحيح البخاري رقم: 3730).

“Dari Aisyah RA, sesungguhnya Abû Bakar RA berkata, “Sungguh kerabat Rasûlullâh SAW lebih aku cintai daripada keluargaku sendiri.” (Shahîh Bukhârî, [3730]).

4. Pada kesempatan yang lain, Abû Bakar RA juga berkata,

اُرْقُبُوْا مُحَمَّدًا فِيْ أَهْلِ بَيْتِهِ. (صحيح البخاري 3436).

“Perhatikan Nabi Muhammad SAW terhadap ahli baitnya.” (Shahîh al-Bukhârî [3436]).

5. Dari 33 putra Sayyidina Ali RA tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar, dan Utsman.

Dari 14 putra Sayyidina Hasan RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu saja dipilih dari nama orang-orang yang menjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama musuhnya. (Lihat, Al-Hujaj al-Qath’iyyah, hal. 195).

Bagi Ahlussunnah Sayyidina Ali RA adalah hamba Allah yang mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali RA adalah seorang pemberani dan sekali-kali bukanlah seorang pengecut. Sebagai pemimpin pasukan, di antara sekian banyak peperangan yang dilakukan pada zaman Rasul, beliau selalu menjadi pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau melakukan sikap pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya

Di samping itu, Sayyidina Ali adalah sosok yang bersih hatinya dan jauh dari sifat balas dendam. Sikap dan prilaku beliau telah membuktikan bahwa beliau bukan jenis manusia yang di dalam hatinya penuh dengan dendam kesumat, karena itu tidak mungkin beliau mengajarkan raj’ah yang identik dengan balas dendam

Bahkan lebih jauh, kecintaan antara para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW berlangsung hingga keturunan mereka bahkan, berlanjut sampai tingkatan perbesanan. Misalnya Sayyidina Umar RA menikah dengan Ummi Kultsûm RA putri Sayyidina Ali RA, Zaid bin Amr bin Utsmân bin Affân RA menikah dengan Sukainah binti al-Husain bin Ali bin Abî Thâlib. Fathimah binti al-Husain bin Ali bin Abi Thalib menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan lalu mempunyai anak Muhammad. (Nasabu Quraisy li al-Zubairi, juz 4, hal 120 dan 114)

Begitu pula sikap yang dicontohkan oleh Imam Ja'far al-Shâdiq ketika beliau ditanya tentang sikapnya kepada sahabat Abu Bakar dan Umar. Beliau menjawab, “Keduanya adalah pemimpin yang adil dan bijaksana. Keduanya berada di jalan yang benar dan mati dengan membawa kebenaran. Mudah-mudahan rahmat Allah SWT selalu dilimpahkan kepada keduanya hingga hari kiamat.” (Ihqâq al-Haq li al-Syusyturî, juz 1, hal 16)

Dalam konteks ini pula Imam Ja‘far al-Shâdiq RA berkata:

وَلَدَنِيْ أَبُوْ بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ. (رواه الدارقطني).

“Aku telah dilahirkan oleh Abû Bakr dua kali." (Riwayat al-Dâraquthni).

Silsilah yang pertama dari ibunya, yang bernama Ummu Farwah binti al-Qâsim bin Muhammad bin Abû Bakar al-Shiddîq. Dan kedua dari neneknya yakni istri al-Qâsim yang bernama Asmâ’ binti Abdurrahmân bin Abû Bakar al-Shiddîq. (Fâthimah al-Thâhirah, RA, 113).

Dengan demikian, kita harus memberikan penghormatan yang proporsional terhadap keluarga Nabi saw dan semua sahabatnya. Kita tidak boleh mencela seorang di antara mereka. Dalam konteks ini, Imam Abdul Ghani al-Nabulusi berkata:

وَصَحْبُهُ جَمِيْعُهُمْ عَلَى هُدَى تَفْـضِيْلُهُمْ مُرَتَّـبٌ بِلاَ اعْتِدَا
فَـهُمْ أَبُوبَكْرٍ وَبَعْـدَهُ عُمَرْ وَبَعْدَهُ عُثْمَانُ ذُو الْوَجْهِ الأَ غَرْ
ثُمَّ عَلِيٌّ ثُمَّ بَـاقِي الْعَشَرَةْ وَهِـيَ الَّتِيْ فِىْ جَـنَّةٍ مُبَشَّرَةْ

Semua sahabat Nabi SAW selalu mengikuti jalan petunjuk. Keutaman mereka dijelaskan dalam urutan berikut tanpa melampauinya. Mereka adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman yang memiliki wajah yang cerah. Kemudian Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan oleh Nabi SAW akan masuk surga.

Syarah/ penjelasan:

Semua shabat Nabi SAW, secara umum selalu mengikuti jalan kebenaran yakni petunjuk Nabi SAW, sehingga kita tidak boleh membicarakan mereka kecuali dengan baik.

Sedangkan sahabat yang paling utama menurut Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah sesuai urutan berikut ini, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan akan masuk surga oleh Nabi SAW, yaitu Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Sa'id bin Zaid, Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.

Di sini mungkin ada yang bertanya, mengapa kita harus menghormati dan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW tercinta? Untuk menjawab pertanyaan ini, Almarhum Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf –mantan mufti Mesir-, berkata: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya iman itu tidak akan menjadi kenyataan tanpa dibarengi dengan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Dalam hadits dijelaskan:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.

"Tidak akan menjadi kenyataan iman salah seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai oleh kamu melebihi anak, orang tua dan seluruh manusia."

Sedangkan kecintaan kepada Nabi SAW tidak akan sempurna kecuali disertai dengan mencintai orang-orang yang dicintai Nabi SAW. Demikian itu menuntut kita untuk mencintai keluarga Nabi SAW, mencintai kerabat-kerabat Nabi SAW yang dicintainya dan mencintai para sahabatnya." (Al-Durar al-Naqiyyah hal. 35).

Posting Komentar untuk "Hubungan pertalian Nashab antara Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Râsyidin"