Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Awal Munculnya Ilmu Tajwid

Sejarah Munculnya Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid dengan beragam istilah yang ada di dalamnya secara teoritis memang ditulis bukan pada masa Rasulullah Saw. Pada masa Rasulullah, para sahabat tidak semua tahu bagaimana cara membaca atau melafalkan Al-Qur’an dengan baik dan benar. Apabila terjadi kesalahan di kalangan para sahabat, Rasul langsung memperbaikinya. Pada saat itu masih belum terpikir untuk menyusun kitab panduan qira’at ataupun ilmu tajwid.

Ketika Islam menyebar ke berbagai penjuru dunia, dan orang-orang non-Arab masuk Islam  berbondong-bondong,  mulai  timbul  masalah  dalam  membaca  Al-Qur’an.  Lidah mereka mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf-huruf Al-Qur’an, misalnya dhad, ‘ain, za’, kha’, qaf, ghain, ta’, shad, ya’ yang mungkin tidak ada dalam bahasa mereka, terutama huruf dhad. Bahasa Arab dikenal juga dengan sebutan bahasa dhad (lughat ad- dhad).

Dengan semakin banyaknya jumlah umat Islam, terjadi perbedaan cara membaca Al- Qur’an di kalangan sahabat, diantaranya dalam hal makhraj masing-masing huruf dan sifat- sifatnya, juga bagaimana cara melafalkan dan membaca sesuai ajaran Rasulullah. Permasalahan lain setelah wafatnya Rasul semakin banyak dijumpai di kalangan sahabat, karena tidak semua sahabat yang ada saat itu mampu membaca dan mengucapkan huruf (fonem) Al-Qur’an dengan baik dan benar.

Dikisahkan  dalam  Asar  as-Sahabah  bahwa  Ali  ra.  pernah  mengalami  perselisihan bacaan dengan Hisyam yang berbeda logat dan dialek. Bila kondisi seperti ini dibiarkan terus tanpa ada perhatian, dikhawatirkan kesalahan dan kekeliruan dalam membaca Al-Qur’an akan “mengganggu” keaslian Al-Qur’an. Dalam sejarah Islam, disebut-sebut nama Abu al- Aswad ad-Du’ali yang berjasa dalam membuat tanda baris (harakat) dan tanda berhenti (waqaf) pada mushaf Al-Qur’an. Ia termasuk dalam jajaran tabi’in. Dijelaskan dalam Muqaddimah Mukhtasar Jiddan bahwa ia melakukannya atas perintah Ali bin Abi Talib. Setelah  itu,  munculah  Khalil  bin  Ahmad  dengan  kitabnya  al-‘Ain  dan  Imam  Sibawaih dengan kitabnya Sirru Sana‘at al-‘Irab.

Pada pertengahan abad ke-5 hijriyah, di tangan Makky bin Abi Talib al-Qa’isy dan Abi ‘Amr Usman bin Sa‘id ad-Dani, terciptalah buku panduan yang membahas tentang tata cara dan hukum-hukum yang berkaitan dengan makhraj huruf, sifat huruf, waqaf dan ibtida’ dan juga hukum nun sukun dan tanwin yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kitab tersebut berjudul ar-Ri‘ayah li Tajwid al-Qira’ah, dan Abi ‘Amr Usman bin Sa‘id ad-Dani menghasilkan kitab at-Tahdid fi al-Itqan wat-Tajwid. Ulama ini kemudian diikuti oleh para ulama lainnya dari berbagai penjuru negeri Islam dan menyempurnakan apa yang telah dihasilkan oleh muassis ilmu tajwid ini, sehingga akhirnya ilmu tajwid menjadi semakin lengkap seperti yang kita baca sekarang. 

Dalam literatur lain disebutkan, memasuki akhir dari fase Kekhilafahan, saat kaum muslimin semakin memperluas wilayah kekuasaannya, maka berbagai macam bahasa dari bangsa-bangsa luar Arab mulai masuk, bercampur, dan memengaruhi bahasa Arab yang fasih.  Interaksi  orang-orang  Arab  dengan  orang  luar  Arab  yang  semakin  intens  juga memengaruhi  perubahan  dialek  dan  gaya  bertutur  masyarakat  pada  saat  itu. 

 Berbagai fenomena tersebut juga memberikan pengaruh yang cukup besar dalam proses pembelajaran Qiraatul Qur’an.

Atas dasar itulah kemudian para Ahli Qiraah mulai menyusun kaidah-kaidah dalam membaca Al-Qur’an dengan fasih. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang pertama kali meletakkan dasar-dasar teoritis dan kaidah-kaidah ilmu tajwid secara sistematis. Diantara mereka ada yang mengatakan Abul Aswad Ad-Du`ali, karena beliau adalah orang yang pertama kali memberikan tanda baca dalam Al-Qur’an. Ada juga yang berpendapat  Abu  Ubaid  Al-Qasim  bin  Salam.  Sebagian  lagi  berpendapat  Al-Khalil  bin Ahmad Al-Farahidi karena beliau adalah orang yang menyempurnakan usaha Abul Aswad dan menjadikan Al-Qur’an lebih mudah dibaca, bahkan bagi orang-orang non Arab.

Adapun pendapat paling kuat, dimana hal ini juga disetujui oleh Al-Imam Muhammad bin Al-Jazariy, bahwa peletak dasar-dasar teoritis ilmu tajwid adalah Abu Muzahim Musa bin Ubaidillah Al-Khaqani. Beliau adalah orang pertama kali yang menyusun kaidah-kaidah ilmu tajwid secara sistematis. Kaidah-kaidah tajwid yang beliau susun dituangkan dalam syair (Qashidah) sebanyak 51 bait. Syair yang dikenal dengan nama Ra’iyyatul Khaqani atau Qashidah Khaqaniyah Fii Tajwiid ini berisi beberapa hal yang berkaitan dengan kaidah- kaidah tajwid, di antaranya adalah kewajiban mengambil bacaan yang shahih sanadnya dari para  Imam  Qurra  yang  tujuh,  kewajiban  menjaga  lidah  dari  Lahn  dalam  qiraah,  dan penjelasan beberapa hukum yang diakibatkan hubungan antar huruf dan kata, seperti idzhar, idgham, ikhfa, atau mad



sumber :

Harun Al Rasyid, "Kontribusi Ulama Tajwid terhadap Ilmu Bahasa", Suhuf, Vol. 2, No. 2 (TB, 2009), 202-207

Abu Ezra Laili Al-Fadhli, Tajwidul Quran Metode Jazary Edisi Lengkap Jilid 1: Panduan Lengkap Tajwid & Tahsin Al-Qur’an Level Tahmidi & Tajwidul Huruf, Cet. 2 (Depok: Online Tajwid, 2017), 23-24

Posting Komentar untuk "Sejarah Awal Munculnya Ilmu Tajwid"