Terjemah semua Pasal - Kitab Matan Al-Jazariyah Lengkap
Kitab Matan Al-Jazariyah (متن الجزرية) merupakan salah satu kitab ilmu Tajwid yang menjadi rujukan dalam ilmu tajwid yang banyak diajarkan di pesantren dan sekolah agama di Indonesia. kitab matan al Jazariyah yang terdiri dari 109 bait. kitab ini dikarang oleh Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Yuusuf Al-Jazariy Ad-Dimasyqi Asy-Syaafi’i.
spesifikasi ringkas kitab
Nama Pengarang: Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhamad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Al-Jazary Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i
Bidang studi: Ilmu Tajwid (Cara membaca Kitab Suci al-Quran)
- Muqaddimah
- Makharijul Huruf
- Sifat Huruf
- Tajwid
- Tafkhim dan Tarqiq
- Huruf Ra'
- Huruf Lam
- Huruf Dhad (الضاد) dan Huruf Zha (الظاء)
- Mim dan Nun Tasydid dan Mim Sukun
- Hukum Tanwin dan Nun Sukun
- Mad (Panjang) dan Qashr (Pendek)
- Wuquf (Berhenti) dan Ibtida' (Memulai)
- Al-Maqthu’ (Putus) dan Mawshul (Sambung)
- Huruf Ta'
- Hamzah Washal
- Waqaf di Akhir Kalimat
- Penutup
Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhamad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Al-Jazary Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i Atau Ibnu al Jazariy dilahirkan pada Sabtu malam, setelah shalat tarawih, tanggal 25 Ramadhan 751 H di Damaskus, Syam (sekarang Suriah). bertepatan dengan 30 November 1350 di wilayah yang bernama al Khat al Qashain di Damaskus. beliau wafat pada tahun 833 H di Syiraz, saat masa sekarang berada termasuk wilayah Iran. Imam al-Jazari al-Dimasyqi adalah ulama dari negeri Syam yang memiliki kelebihan dalam bidang ilmu tajwid dan ilmu-ilmu al-Qur’an.
berikut terjemah Lengkap semua bab Pasal Kitab Matan Al-Jazariyah arab berharakat dengan terjemah arti dalam bahasa indonesia :
Pembukaan - المقدمة
(1) يَقُولُ رَاجِي عَفْوِ رَبٍّ سَامِعِ ۞ مُحَمَّدُ بْنُ الْجَزَرِىِّ الشَّافِعِي
Akan berkata seseorang yang mengharap ampunan dari Allaah ﷻ Rabb yang
Maha
Mendengar: Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
‘Ali bin Yuusuf Al-Jazariy Ad-Dimasyqi Asy-Syaafi’i.
(2) الْحَمْدُ لِلَّهِ وَصَلَّى اللَّهُ ۞ عَلَى نَبِيِّهِ وَمُصْطَفَاهُ
Segala puji bagi Allaah ﷻ dan shalawat (rahmat) dari Allaah ﷻ atas nabi-Nya dan manusia pilihan-Nya,
(3) مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِه ۞ وَمُقْرِئِ الْقُرْآنِ مَعْ مُحِبِّه
Yaitu
Rasuulullaah Muhammad bin Abdullaah juga seluruh keluarga dan para
sahabatnya, serta para Muqriil Quran dan para pecintanya.
(4) وَبَعْدُ إِنَّ هَذِهِ مُقَدِّمَه ۞ فيماَ عَلَى قَارِئِهِ أَنْ يَعْلَمهْ
Kemudian
setelah itu, sesungguhnya kitab ini merupakan Muqaddimah (pendahuluan)
yang berisi mengenai apa-apa yang wajib dipelajari oleh para pembaca
Al-Quran.
(5) إذْ وَاجِبٌ عَلَيْهِمُ مُحَتّمُ ۞ قَبْلَ الشُرُوعِ أَوَّلاً أَنْ يَعْلَمُوا
Maka wajib secara mutlak bagi para pembaca Al-Quran, sebelum mereka mulai membaca Al-Quran, hendaklah terlebih dahulu memahami,
(6) مَخَارِجَ الْحُرُوفِ وَالصِّفَاتِ ۞ لِيَلْفِظُوا بِأَفْصَحِ اللُغَاتِ
Tempat-tempat
keluarnya huruf hijaiyah serta sifat-sifat yang mengiringinya, agar
mereka bisa mengucapkan huruf demi huruf tersebut dengan bahasa yang
paling fasih.
(7) مُحَررِي التَّجْوِيدِ وَالمَوَاقِف ۞ وَما الَّذِي رُسِّمَ في المَصاَحِفِ
Menguasai
dan mampu menerapkan kaidah-kaidah tajwid juga kaidah-kaidah waqaf
(cara berhenti dan memulai membaca Al-Quran) dengan baik dan benar,
serta memahami apa-apa yang tertulis pada mushaf-mushaf ‘Utsmani,
(8) مِنْ كُلِّ مَقْطُوعٍ وَمَوْصُولٍ بِهَا ۞ وَ تَاءِ أُنْثَى لَمْ تَكُنْ تُكْتَبْ بِـ :هَا
Yaitu
dari mulai mengenai dua kata yang tertulis disambung atau dipisah, juga
mengenai penulisan huruf Ta ta’nits (huruf Ta yang digunakan untuk
menunjukkan perempuan/ feminin) yang tidak ditulis dengan Ta marbuthah
(yakni Ta yang berbentuk seperti huruf Ha dengan dua titik di atasnya),
padahal biasanya Ta ta’nits ditulis dengan Ta marbuthah bukan Ta
maftuhah (Ta asli).
مخارج الحروف - makharijul huruf
(9) … مَخَارِجُ الحُروفِ سَبْعَةَ عَشَرْ ۞ عَلَى الْذِي يَخْتَارُهُ مَنِ اخْتَبَرْ
Tempat-tempat
keluar huruf hijaiyah itu berjumlah 17 (tujuh belas) tempat untuk 29
(dua puluh sembilan) huruf, berdasarkan pendapat yang terpilih dari para
Ulama Ahli Qiraah. Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Al-Imam
Ibnul Jazariy.
(10) … لِلْجَوْفِ: أَلِفٌ وَ أُخْتَاهَا ، وَهِي ۞ حُرُوفُ مَدٍّ لِلْهَوَاءِ تَنْتَهِي
Maka
pada rongga yang mencakup rongga tenggorokan hingga rongga mulut,
terdapat Alif dan saudari-saudarinya yakni huruf-huruf mad (Wawu mad dan
Ya mad)
yang berhenti seiring dengan berhentinya nafas.
(11) … ثُمَّ لأَقْصَى الحَلْقِ هَمْزٌ هَاءُ ۞ وَمِنْ وَسَطِهِ : فَعَيْنٌ حَاءُ
Kemudian
pada tenggorokan yang paling jauh dari rongga mulut, tepatnya pada
pangkal pita suara (laring), keluar dua huruf: Hamzah dan Ha. Kemudian
pada tenggorokan bagian tengah, yakni pada katup epiglotis (lisaanul
mizmaar) keluar huruf ‘Ain dan Ha,
(12) … أَدْنَاهُ غَيْنٌ خَاؤُهَا والْقَافُ ۞ أَقْصَى اللِّسَانِ فَوْقُ ثُمَّ الْكَافُ
Pada
tenggorokan yang paling dekat dengan rongga mulut, keluar huruf Ghain
dan Kha, tepatnya merupakan persentuhan antara bagian belakang lidah
(jadzrul lisaan) dengan ujung uvula, yakni daging yang tersambung dengan
langit-langit dan merupakan persimpangan antara rongga mulut dengan
rongga hidung, dekat dengan orofaring (faring bagian tengah).
Adapun huruf Qaf keluar dari pangkal lidah yang bersentuhan dengan langit- langit atas, yakni langit-langit yang lunak.
Kemudian huruf Kaf…
(13) … أَسْفَلُ وَالوَسْطُ فَجِيمُ الشِّينُ يَا ۞ وَالضَّادُ مِنْ حَافَتِهِ إِذْ وَلِيَا
Tempat
keluarnya di bawah huruf Qaf, yakni persentuhan antara pangkal lidah
dengan langit-langit yang keras dan yang lunak sekaligus, sedikit di
bawah tempat keluarnya huruf Qaf.
Pada tengah lidah keluar huruf Jim
bila disentuhkan ke langit-langit, serta keluar huruf Syin dan Ya bila
digerakkan mendekati langit-langit.
Huruf Dhad keluar dari sisi lidah yang memanjang dari pangkal lidah hingga ke ujung lidah, saat bersentuhan dengan…
(14) … اَلأضْرَاسَ مِنْ أَيْسَرَ أَوْ يُمْنَاهَا ۞ وَاللاَّمُ أَدْنَاهَا لمُنْتَهَاهَا
Gigi
geraham, baik yang sebelah kiri ataupun sebelah kanan, bahkan bisa juga
kedua sisi lidah disentuhkan dengan gigi geraham yang kiri dan yang
kanan sekaligus.
Huruf Lam keluar dari ujung sisi lidah yang
merupakan akhir dari tempat keluarnya huruf Dhad di sebelah kiri
melingkar hingga sebelah kanan, melalui akhir dari ujung sisi lidah pada
bagian depan (kepala lidah). Disentuhkan dengan langit-langit yang
dekat dengan gusi gigi seri atas.
(15) … وَالنُّونُ مِنْ طَرَفِهِ تَحْتُ اجْعَلُوا ۞ وَالرَّا يُدَانِيهِ لِظَهْرٍ أَدْخَلُوا
Dan
huruf Nun keluar dari ujung lidah yang bersentuhan dengan langit-langit
di bawah tempat keluarnya huruf Lam, lebih dekat ke gusi gigi seri
atas.
Adapun huruf Ra keluar dekat dengan tempat keluarnya huruf Nun,
namun sedikit masuk ke punggung lidah, yakni bagian ujung lidah yang
dekat dengan tengah lidah.
(16) … وَالطَّاءُ وَالدَّالُ وَتَا مِنْهُ وَمِنْ ۞ عُلْيَا الثَّنَايَا والصَّفِيرُ مُسْتَكِنْ
Huruf
Tha, Dal, dan Ta keluar dari bagian ujung lidah yang bersentuhan dengan
bagian belakang gigi seri atas. Huruf-huruf Shafir (yakni Shad, Zay,
dan Sin) keluar bila ujung lidah tegak/ sejajar…
(17) … مِنْهُ وَمِنْ فَوْقِ الثَّنَايَا السُّفْلَى ۞ وَالظَّاءُ وَالذَّالُ وَثَا لِلْعُلْيَا
Dan mendekat ke atas gigi seri bawah. Adapun huruf Zha, Dzal, dan Tsa lebih tinggi lagi,
(18) … مِنْ طَرْفَيْهِما وَمِنْ بَطْنِ الشَّفَهْ ۞ فَالْفَا مَعَ اطْرافِ الثَّنَايَا المُشْرِفَهْ
Yakni
keluar dari persentuhan ujung lidah dengan ujung gigi seri atas. Dan
dari perut bibir bawah yang bersentuhan dengan ujung gigi seri atas
keluar huruf Fa.
(19) … للشَّفَتَيْنِ الْوَاوُ بَاءٌ مِيمُ ۞ وَغُنَّةٌ مَخْرَجُهَا الخَيْشُومُ
Dari
dua bibir keluar huruf Wawu, Ba, dan Mim. Sedangkan huruf-huruf Ghunnah
(suara dengung pada Nun dan Mim) tempat keluarnya adalah rongga hidung.
sifat huruf - صفات الحروف
(20) صِفَاتُهَا جَهْرٌ وَرِخْوٌ مُسْتَفِلْ ۞ مُنْفَتِحٌ مُصْمَتَةٌ وَالضِّدَّ قُلْ
Sifat-sifat
huruf itu di antaranya: Jahr (jelas/ tertahannya udara), Rakhawah
(mengalirnya suara), Istifal (merendahnya lidah), Infitah (terbukanya
lidah dengan langit-langit), dan Ishmat (lebih sulit keluar). Mereka
merupakan sifat-sifat yang memiliki lawan. Adapun lawan-lawannya adalah:
(21) مَهْمُوسُهَا (فَحَثّهُ شَخْصٌ سَكَتَ) ۞ شَدِيدُهَا لَفْظُ (أَجِدْ قَطٍ بَكَتْ)
Sifat
Hams (mengalirnya udara) yang merupakan lawan dari sifat Jahr huruf-
hurufnya terkumpul pada kalimat “Fahatstsahu Syakhshun Sakat”, yakni
huruf Fa, Ha, Tsa, Syin, Kha, Shad, Sin, Kaf, dan Ta.
Sifat
Syiddah (kuat/ tertahannya suara), yang merupakan lawan dari sifat
Rakhawah, huruf-hurufnya “Ajid Qathin Bakat”, yakni Hamzah, Jim, Dal,
Qaf, Tha, Ba, Kaf, dan Ta.
(22) وَبَيْنَ رِخْوٍ وَالشَّدِيدِ ( لِنْ عُمَرْ) ۞ وَسَبْعُ عُلْوٍ خُصَّ ضَغْطٍ قظْ حَصَرْ
Dan
di antara sifat Rakhawah dan Syiddah ada sifat pertengahan (bayniyah/
tawassuth), yang huruf-hurufnya terkumpul dalam “Lin ‘Umar”, yakni Lam,
Nun, ‘Ain, Mim, dan Ra.
Dan ada tujuh huruf yang lidah tegang dan
terangkat saat mengucapkannya (Isti’la, lawan dari Istifal), terangkum
dalam “Khushsha Dhaghthin Qizh”, yakni Kha, Shad, Dhad, Ghain, Tha, Qaf,
dan Zha.
(23) وَصَادُ ضَادٌ طَاءُ ظَاءٌ مُطْبَقَه ۞ وَفَرَّ مِنْ لُبِّ الحُرُوفُ المُذْلَقَهْ
Huruf
Shad, Dhad, Tha, dan Zha merupakan huruf-huruf yang memiliki sifat
Ithbaq, yakni lidah terangkat sangat tinggi hingga seolah-olah menempel
langit-langit dan tidak menyisakan ruang antara lidah dengan
langit-langit, merupakan lawan dari sifat Infitah.
Dan “Farra Min
Lubbi”, yakni huruf Fa, Ra, Mim, Nun, Lam, dan Ba merupakan huruf-huruf
yang lebih mudah dan cepat dikeluarkan (Idzlaq) dibandingkan selainnya
(Ishmat), disebabkan dekatnya dengan ujung lidah.
(24) صَفِيرُهَا صَادٌ وَزَاىٌ سِينُ ۞ قَلْقَلَةٌ قُطْبُ جَدٍّ وَاللِّينُ
Juga
ada huruf-huruf yang tidak memiliki lawan, di antaranya sifat Shafir
(huruf yang berdesis), yakni huruf Shad, Zay, dan Sin. Huruf-huruf yang
memiliki sifat Qalqalah
Dan huruf yang memiliki sifat Liin (lembut)…
(25) وَاوٌ وَيَاءٌ سَكَنَا وَانْفَتَحَا ۞ قَبْلَهُماَ وَالاِنْحِرَافُ صُحَّحَا
Yaitu huruf Wawu dan Ya bila keduanya dalam keadaan sukun dan huruf sebelumnya berharakat fathah.
Dan sifat Inhiraf (menyimpangnya makhraj) dibenarkan…
(26) في اللاًَّمِ وَالرَّا وَبِتَكْرِيرٍ جُعلْ ۞ وَلِلتَّفَشِّي الشِّينُ ضَاداً اسْتَطِلْ
Pada
huruf Lam dan Ra saja. Huruf Lam makhrajnya menyimpang ke makhrajnya
Nun saat mengucapkan Lam tebal dan huruf Ra menyimpang ke makhrajnya Lam
saat mengucapkan Ra tipis. Lalu huruf Ra juga memiliki sifat Takrir
(getaran yang berulang).
Huruf Syin memiliki sifat Tafasysyi
(udara yang berhembus deras di dalam mulut). Sedangkan huruf Dhad
memiliki sifat Istithaalah, yakni memanjangnya makhraj Dhad dari sisi
ujung lidah hingga ujung sisi lidah pada makhraj Lam.
التجويد - Tajwid
(27) وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لاَزِمُ ۞ مَنْ لَمْ يُجَوْدِ الْقُرَآنَ آثِمُ
Dan
mengamalkan tajwid hukumnya wajib secara mutlak. Siapa saja orang yang
sengaja tidak mengamalkan tajwid saat membaca Al- Quran, maka ia
berdosa.
(28) لأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلاَ ۞ وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَا وَصَلاَ
Karena
bersama dengan tajwid Allah menurunkan Al-Quran dan cara membacanya.
Serta bersama dengan tajwid pula Al-Quran dan cara membacanya sampai
kepada kita.
(29) وَهُوَ أَيْضاً حِلَْيةُ التِّلاَوَةِ ۞ وَزِينَةُ الأَدَاءِ وَالْقِرَاءَةِ
Dan
tajwid juga merupakan penghias bacaan Al-Quran. Bacaan Al-Quran menjadi
indah karena tajwid, bukan sekedar karena indahnya suara atau langgam.
Baik itu saat tilawah (tadarrus/ wiridan), adaa (talaqqi/ mengambil
bacaan dari guru), ataupun qiraah, yakni membaca secara umum. Artinya,
Al-Quran mesti dihiasi dengan tajwid dalam keadaan apapun.
(30) وَهُوَ إِعطْاءُ الْحُرُوفِ حَقَّهَا ۞ مِنْ صِفَةٍ لَهَا وَمُستَحَقَّهَا
Tajwid adalah memberikan setiap huruf hak, berupa sifat-sifatnya dan juga mustahaknya.
(31) وَرَدُّ كُلِّ وَاحِدٍ لأَصلِهِ ۞ وَاللَّفْظُ فِي نَظِيرِهِ كَمِثْلهِ
Tajwid
juga artinya adalah mengembalikan setiap huruf ke makhraj asalnya.
Yakni tidak mengucapkan huruf hijaiyah sembarangan bukan dari tempat
keluar yang sebenarnya.
Serta konsisten dalam membaca
lafazh-lafazh yang sama hukumnya, tidak membeda-bedakan satu sama
lainnya (dalam sekali baca). Misalnya kita membaca mad wajib dengan 5
(lima) harakat pada satu ayat, maka bila bertemu dengan mad wajib di
ayat yang lain, kita harus membacanya 5 (lima) harakat, dengan hitungan
yang sama. Begitu pula pada hukum-hukum tajwid yang lain.
(32) مُكَمِّلاً مِنْ غَيْرِ مَا تَكَلُفِ ۞ بِاللُطْفِ فِي النُّطْقِ بِلاَ تَعَسُّف
Tajwid
juga bermakna membaca Al-Quran dengan sempurna, baik dari sisi makhraj,
sifat, dan hukum-hukumnya tanpa berlebih-lebihan, seperti orang yang
mengucapkan Hamzah terlalu ditekan sehingga mirip orang yang muntah,
atau mengucapkan mad yang dua harakat menjadi empat hingga enam harakat.
Jadi usaha kita adalah mengerahkan kemampuan sekuat tenaga hingga
tercapai kesempurnaan bacaan, bukan untuk melebihi kapasitas dari apa
yang disyari’atkan. Lalu mengalirkan bacaan dengan pengucapan yang
lembut tanpa serampangan, yakni dengan mudah dan ringan saat
mengucapkannya, namun tetap memenuhi kadar ketentuan yang telah
ditetapkan. Bukan mengucapkannya sembarangan dan asal-asalan semau kita.
(33) وَلَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ تَرْكِهِ ۞ إِلاَّ رِيَاضَةُ امْرِئٍ بِفَكِّه
Dan
tidak ada yang membedakan antara orang yang mengamalkan tajwid dengan
orang yang meninggalkannya, kecuali latihan terus menerus secara
konsisten dengan lisannya. Artinya, seseorang yang mempelajari tajwid
tidak akan mendapatkan apa-apa. Ia tidak akan berbeda dengan orang yang
tidak mempelajari tajwid kecuali bila ia rajin melatih ilmu yang
dipelajarinya dengan konsisten dan diiringi dengan kesabaran.
Tafkhim dan tarqiq - التفخيم والترقيق
(34) … فَرقَّقَنْ مُسْتَفِلاً مِنْ أَحْرُفِ ۞ وَحَاذِرَنْ تَفْخيِمَ لَفْظِ الأَلِفِ
Dan
tarqiq-kanlah (tipiskan) suara pada huruf-huruf Istifal, karena kondisi
asal mereka adalah tipis (kecuali Alif, Lam, dan Ra). Serta
berhati-hatilah jangan sampai men- tafkhim-kan )menebalkan) lafazh Alif
bila sebelumnya huruf-huruf tarqiq.
(35) … كَهَمْزِ أَلْحَمْدُ أَعُوذُ إِهْدِنَا ۞ أللَّهَ ثُمَّ لاَمَ لِلَّهِ لَنَا
Juga
berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Hamzah, seperti pada
kata “Alhamdu”, “A’uudzu”, “Ihdinaa”, dan kata “Allaah”. Kemudian
berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Lam pada kata “Lillaahi”,
“Lanaa”,
(36) … وَلْيَتَلَطَّفْ وَعَلَى اللَّهِ وَلاَ الضْ ۞ وَالمِيمِ مِنْ مَخْمَصَةٍ وَمِنْ مَرَضْ
Juga
kata “Walyatalaththaf”, “’Alallaahi”, dan pada kata “Waladh”. Juga
berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Mim, seperti pada kata
“Makhmashah”, dan “Mim Maradh”,
(37) … وَبَاءَ بَرْقٍ بَاطِلٍ بِهِمْ بِذِي ۞ وَاحْرِصْ عَلَى الشِّدَّةِ وَالجَهْرِ الَّذِي
Juga
berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Ba, seperti pada kata
“Barqin”, “Baathil”, “Bihim”, dan “Bidzi”. Lalu jagalah baik-baik sifat
Syiddah dan Jahr yang ada pada…
(38) … فِيهَا وَفِى الْجِيِمِ كَحُبِّ الصَّبْرِ ۞ ورَبْوَةٍ اجْتُثَّتْ وَحَجِّ الْفَجْرِ
Huruf
Ba dan Huruf Jim, seperti kalimat “Hubbi”, “Ash-Shabri”, “Rabwatin”,
“Ujtutstsat”, “Hajji”, dan “Al-Fajri”. Maksudnya jangan sampai
menjadikan huruf Ba menjadi huruf yang Rakhawah atau Hams, begitu pula
huruf Jim, jangan sampai menyerupai huruf “C”.
(39) … وَبَيِّنَنْ مُقَلْقَلاً إِنْ سَكَنَا ۞ وَإِنْ يَكُنْ فِي الْوَقْفِ كَانَ أَبْيَنَا
Dan
jelaskanlah sifat Qalqalah bila hurufnya berada pada posisi sukun, dan
bila berada di akhir kalimat (waqaf), maka Qalqalah-nya mesti lebih
jelas lagi.
(40) … وَحَاءَ حَصْحَصَ أَحَطْتُ الْحَقُّ ۞ وَسِينَ مُسْتَقِيمِ يَسْطُوا يَسْقُوا
Dan
juga berhati-hatilah jangan sampai menebalkan huruf Ha, seperti pada
kata “Hash-hasha”, “Ahath-tu”, “Al-Haqqu”. Begitu pun pada huruf Sin,
jangan sampai menebalkannya, seperti pada kata “Mustaqiim”, “Yasthu”,
dan “Yasqu”
الراءات - Hukum Bacaan Ra'
(41) … وَرَقِّقِ الرَّاءَ إِذَا مَا كُسِرَتْ ۞ كَذَاكَ بَعْدَ الْكَسْرِ حَيْثُ سَكَنَتْ
Dan
tipiskanlah suara huruf Ra bila berharakat kasrah. Begitu pula tipiskan
huruf Ra bila berada pada posisi sukun dan huruf sebelumnya kasrah
(atau Ya).
(42) … إِن لَّمْ تَكُنْ مِنْ قَبْلِ حَرْفِ اسْتِعْلاَ ۞ أَوْ كَانَت الْكَسْرَةُ لَيْسَتْ أَصْلاَ
Huruf
Ra yang berada pada posisi sukun dan sebelumnya kasrah (atau Ya) itu
dibaca tipis bila huruf Ra-nya tidak berada sebelum huruf Isti’la.
Adapun bila setelah huruf Ra-nya adalah huruf Isti’la, maka Ra dibaca
tebal.
Begitu pun bila setelah huruf Ra-nya bukan huruf Isti’la,
namun kasrah yang ada sebelum huruf Ra sukunnya bukanlah kasrah asli,
melainkan kasrah ‘aridh (palsu) atau Hamzah washal, maka Ra dibaca tebal
bukan tipis.
(43) … وَالْخُلْفُ فِي فِرْقٍ لِكَسْرٍ يُوجَدُ ۞ وَأَخْفِ تَكْرِيراً إِذَا تُشَدَّدُ
Dan
para Ulama berbeda pendapat pada kata “firqin” bila dibaca bersambung
(washal). Apakah ia dibaca tebal atau tipis. Karena walaupun di sana
setelah huruf Ra- nya terdapat huruf Isti’la (Qaf), namaun huruf Isti’la
tersebut berada pada posisi kasrah, dimana ia berada pada derajat
tafkhim yang sangat lemah.
Dan sembunyikanlah sifat takrir pada huruf
Ra saat ia ditasydidkan. Jadi mengucapkan huruf Ra yang bertasydid
bukanlah dengan memperbanyak getarannya seperti menahan huruf “R” dalam
bahasa Indonesia, melainkan dengan menyembunyikan getarannya.
اللامات - Hukum Bacaan Lam
(44) … وَفَخِّم اللاَّمَ مِنِ اسْمِ اللَّهِ ۞ عَنْ فَتْحٍ او ضَمٍ كَعَبْدُ اللَّهِ
Dan
tebalkanlah suara huruf Lam pada lafazh “Allaah”, bila sebelum lafazh
tersebut terdapat huruf yang berharakat fathah atau dhammah, seperti
pada kata “’Abdullahi”. Adapun bila sebelumnya berharakat kasrah, maka
huruf Lam dibaca tipis.
(45) … وَحَرْفَ الاِسْتِعْلاَءِ فَخِّمِ وَاخْصُصَا ۞ الاِطْبَاقَ أَقْوَى نَحْوُ قَالَ وَالْعَصَا
Dan
huruf-huruf Isti’la, tebalkanlah suaranya, karena kondisi asal mereka
adalah tebal (tafkhim), lebih khusus lagi adalah huruf-huruf Ithbaq,
maka mereka mesti lebih tebal lagi dan lebih kuat daripada huruf Isti’la
yang bukan Ithbaq, contohnya seperti pada kata “Qaala” (huruf Isti’la
yang bukan Ithbaq) dan “’Ashaa” (huruf Ithbaq).
(46) … وَبَيِّنِ الإِطْبَاقَ مِنْ أَحَطتُ مَعْ ۞ بَسَطتَ وَالخُلْفُ بِنَخْلُقكُّمْ وَقَعْ
Bila
huruf-huruf Ithbaq bertemu dengan huruf-huruf Infitah, maka jelaskanlah
ketebalan sifat Ithbaq-nya, seperti pada kata “Ahath-tu” dan
“Basath-ta”. Adapun pada kata “Nakhlukkum” maka terdapat perbedaan
pendapat dimana sebagian Ulama membawakan riwayat dengan membacanya
“Nakhlukkum” dan sebagian lagi membacanya “Nakhluqkum”.
(47) … وَاحْرِصْ علَىَ السُّكُونِ فِي جَعَلْنَا ۞ أَنْعَمْتَ وَالمَغْضُوبِ مَعْ ضَلَلْنَا
Dan
jaga baik-baik kejelasan huruf dan kesempurnaan sifat-sifatnya saat
sukun, seperti pada kata “Ja’alnaa”, “An’amta”, “Al-Maghdhuub”, dan
“Dhalalnaa”.
(48) … وَخَلِّصِ انْفِتَاحَ مَحْذُوراً عَسَى ۞ خَوْفَ اشْتِبَاهِهِ بِمَحْظُوراً عَصَى
Lalu
sempurnakanlah kejelasan sifat Infitah pada kata “Mahdzuuran” dan
“‘Asaa”, khawatirnya akan menyerupai kata “Mahzhuuran” dan “‘Ashaa”.
Maknanya, perjelas perbedaan antara huruf Dzal dengan Zha dan huruf Sin
dengan Sha, juga huruf- huruf lain yang mirip agar maksud dan kandungan
Al-Quran tidak berubah.
(49) … وَرَاعِ شِدَّةً بِكَافٍ وَبَتَا ۞ كَشِرْكِكُمْ وَتَتَوَفَّى فِتْنَتَا
Dan
peliharalah baik-baik sifat Syiddah yang terdapat pada huruf Kaf dan
Ta. Jangan sampai Hams pada keduanya terlalu mendominasi sehingga
menghilangkan sifat Syiddah pada keduanya. Sebagaimana dalam kalimat
“Syirkikum”, jangan dibaca “Syirkhikhum”, “Tatawaffa” jangan dibaca
“Cacawaffa”, dan “Fitnata” jangan dibaca “Ficnaca”.
(50) … وَأَوَّلَىْ مِثْلٍ وَجِنْسٍ إنْ سَكَنْ ۞ أَدْغِمْ كَقُل رَّبِّ وَبَلَ لاَ وَأَبِنْ
Dan
apabila ada dua huruf yang sama, atau sama makhrajnya namun beda
sifatnya bertemu, dimana huruf yang pertama berada pada posisi sukun dan
yang kedua berharakat, maka idgham-kanlah, yakni huruf pertama melebur
kepada huruf yang kedua, seperti pada kata “Qul-Rabbi” yang dibaca
“Qurrabbi” dan “Bal-la” yang dibaca “Balla”. Namun, izh-har-kanlah,
maksudnya perjelas bunyi dari kedua huruf tersebut…
(51) … فِي يَوْمِ مَعْ قَالُوا وَهُمْ وَقُلْ نَعَمْ ۞ سَبِّحْهُ لاَ تُزِغْ قُلُوبَ فَالْتَقَمْ
Bila
huruf yang pertamanya adalah huruf Mad, seperti pada kata “Fii Yaum”
tidak dibaca “Fiy Yaum”, juga kata “Qaalu Wahum” tidak dibaca “Qaaluw
Wahum”. Begitu pun bila terjadi pertemuan antara huruf Lam dalam sebuah
fi’il (kata kerja) dengan kata yang awal hurufnya berdekatan makhrajnya
seperti pada kata “Qul Na’am” tidak dibaca “Qun Na’am”.
Perjelas
juga suara kedua huruf yang berdekatan makhrajnya bila bertemu, seperti
huruf Ha dan Ha pada kata “Sabih-hu” tidak dibaca “Sabbihhu”. Juga huruf
Ghain dan Qaf seperti pada kata “Laa tuzigh quluuba” tidak dibaca “Laa
tuziq quluuba”. Begitu pula bila huruf Lam yang terdapat pada kata kerja
salam satu kata, mesti dibaca jelas, seperti pada kata “Iltaqam” tidak
dibaca “Ittaqam
الضاد والظاء - Dhad dan Zha
(52) … وَالضَّادَ بِاسْتِطَالَةٍ وَمَخْرَجِ ۞ مَيِّزْ مِنَ الظَّاءِ وَكُلُّهَا تَجِي
Dan
huruf Dhad dengan sifat Istithalah-nya bedakanlah dengan huruf Zha
dalam mengucapkan keduanya. Karena sebagian pembaca Al-Quran tidak bisa
membedakan keduanya. Bahkan, karena sulitnya mengucapkan huruf Dhad,
begitu banyak orang yang menggantinya –selain dengan huruf Zha- juga
kadang menggantinya dengan Zay, Dal, atau Shad yang tercampur dengan
Zay. Begitu pula huruf Zha, mesti jelas jangan sampai tercampur dengan
suara selain huruf Zha, seperti Dzal, Zay, atau
selainnya. Dan seluruh huruf Zha dalam Al-Quran terdapat pada kalimat berikut:
(53) … في الظَّعْنِ ظِلَّ الظُهْرِ عُظْمِ الْحِفْظِ ۞ أَيْقَظْ وَانْظُرْ عَظْمِ ظَهْرِ اللَّفْظِ
Pada kata (الظَّعْنِ) artinya rihlah/ berjalan, terdapat pada satu tempat yakni QS.
An-Nahl 16:80. Pada kata (الظِـلُّ) artinya naungan, terdapat pada 22 tempat, di
antaranya
QS. Al-Baqarah 2:57 Kata (الظُهْـرِ) artinya zhuhur (siang hari),
terdapat pada 2 tempat, di antaranya Qs. An-Nuur 24:58 [َوَحِينَ
تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ الظَّهِيرَةِ]. Kata (الُعُظْمُ) artinya
besar/
dahsyat. Terdapat pada 103 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2:7
[وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ]. Kata (الْحِفْـظِ) artinya menjaga, terdapat
pada 42 tempat, salah satunya QS. Al-Baqarah, 2: 238 [َحَافِظُوا عَلَى
الصَّلَوَاتِ].
Kata (أيْقِـظْ) artinya bangun/ terjaga. Terdapat
pada satu tempat yakni QS. Al-Kahfi 18:18 [وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا].
Kata (الإنظار) artinya penangguhan, terdapat pada 20 tempat,
di antaranya QS. Al-Baqarah 2:162 [َلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنظَرُونَ]. Kata (َالعَظْم ) artinya
tulang,
terdapat pada 15 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 259 [وَانظُرْ
إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا]. Kata (الظَهْـرِ) artinya punggung,
terdapat pada 16 tempat, salah satunya QS. Al-
Baqarah, 2: 101 [َوَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ]. Kata (اللَّـفْـظ) artinya lafazh (ucapan), terdapat
pada satu tempat yakni QS. Qaaf, 50:18 [مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ ]
(54) … ظَاهِرْ لَظَى شُوَاظِ كَظْمٍ ظَلَمَا ۞ أُغْلُظْ ظَلامَ ظُفْرٍ انْتَظِرْ ظَمَا
Kata
(َظَاهِرَ) artinya zhahir (fisik), terdapat pada banyak tempat dalam
Al-Quran, salah satunya QS. Al-An’aam, 6: 120 [وَذَرُوا ظَاهِرَ
الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ]. Kata (لَظَـى) artinya api yang menyala-nyala,
terdapat pada 2 tempat, salah satunya QS. Al-Ma’arij, 70: 15 [كَلَّا ۖ
إِنَّهَا لَظَىٰ]. Kata (شُـوَاظُ) nyala/ kobaran, terdapat pada satu
tempat yakni QS. Ar-Rahman, 55:35 [يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ]. Kata
(كَـظْـمٍ) artinya menahan, terdapat pada 6 tempat, salah satunya QS.
Ali ‘Imran, 3:134 [وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ]. Kata (الظلم) artinya
zhalim, terdapat pada 288 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 35
[وَلَا تَقْرَبَا هَـٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ].
Kata
(الغلظ) artinya kasar/ keras, terdapat pada 13 tempat, di antaranya QS.
Ali ‘Imran, 3: 159 [ْوَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ ]. Kata
(الظلَام), artinya kegelapan, terdapat pada 26 tempat, di antaranya QS.
Al-Baqarah, 2: 17 [َوَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَّا يُبْصِرُونَ]. Kata
(ْظفر) artinya kuku/ cakar, terdapat pada satu tempat, yakni QS.
Al-An’am, 6: 146 [وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ
]. Kata [الإنتظار] artinya menanti/ menunggu, terdapat pada 26 tempat,
di antaranya QS. AL-Baqarah, 2: 210 [هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا أَن
يَأْتِيَهُمُ اللَّـهُ]. Kata (َالظمأ) artinya haus, terdapat pada 3
tempat, di antaranya QS. At-Tawbah, 9:120 [لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا
نَصَبٌ].
(55) … أَظْفَرَ ظَنَّاً كَيْفَ جَا وَعَظْ سِوَى ۞ عِضِينَ ظَلَّ النَّحْلُ زُخْرُفٍ سَوَا
Kata
(الظفَر ) artinya kemenangan, terdapat pada satu tempat, yakni QS.
Al-Fath, 48: 24 [ْمِن بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ]. Kata (الظن),
artinya prasangka (bagaimana pun bentuknya dalam Al-Quran), terdapat
pada 69 tempat, di antaranya, QS. Al-Ahzaab, 33:10 [وَتَظُنُّونَ
بِاللَّـهِ الظُّنُونَا]. Kata (َالوَعْظ) artinya nasihat, terdapat pada
24 tempat, di antaranya QS. Al-Baqarah, 2: 66 [وَمَوْعِظَةً
لِّلْمُتَّقِينَ ] kecuali kata (عِضِيْن). QS. Al-Hijr, 15: 91 Dibaca
dengan “Dhad”.
Kata (َّظل), artinya menjadi, terdapat pada 9
tempat, di antaranya pada An-Nahl (58) dan Az-Zukhruuf (17) [ظَلَّ
وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ],
(56) … وَظَلْتُ ظَلْتُمْ وَبِرُومٍ ظَلُّوا ۞ كَالْحِجُرِ ظَلَّتْ شُعَرَا نَظَلُّ
Dan
juga pada bentuk-bentuk berikut: Kata (ْظَـلَّـتْ) pada QS. Thaaha (97)
[ ظلت عليه عاكفا]. Kata (ْظَلْـتُـمْ) pada QS. Al-Waaqi’ah (65)
[فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ]. Dan pada QS. Ar-Ruum (51)dengan bentuk
(لَّظَلُّوا مِن بَعْدِهِ يَكْفُرُونَ] juga pada QS. Al-Hijr (14) [ُ
فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ]. Dan dengan bentuk (ظلَّت) pada QS.
Asy-Syu’ara (4) [َ فَظَلَّتْ أَعْنَاقُهُمْ لَهَا خَاضِعِينَ] dan bentuk
(ََنَظَلُ) pada ayat (71) [ فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ]
(57) … يَظْلَلْنَ مَحْظُورَاً مَعَ المُحْتَظِر ۞ وَكُنْتَ فَظَّاً وَجَمِيعٍ النَّظَرِ
Dan dengan bentuk (َيَظْلَلْـنَ) pada QS. Asy-Syuura (33) [فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَىٰ ظَهْرِهِ]
Kata
(الحظر) artinya terhalang, terdapat pada satu tempat, yakni QS.
Al-Isra, 17:20 [وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا]. Kata
(مَحْظُورًا), artinya pohon dan duri-duri kering yang dijadikan kandang
binatang, terdapat pada satu tempat, yakni QS. Al-Qamar (31) [فَكَانُوا
كَهَشِيمِ الْمُحْتَظِرِ ]. Kata [ظا] terdapat pada Ali ‘Imran (159)
[وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ]. Dan seluruh kata (النَّظر)
yang artinya menyaksikan, terdapat pada 86 tempat, di antaranya QS.
Al-Baqarah, 2:50 [وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ]
(58) … إِلاَّ بِوَيْلٌ هَلْ و أَولَى نَاضِرَهْ ۞ وَالْغَيْظِ لاَ الرَّعْدِ وَهُودٍ قَاصِرَهْ
Kecuali pada: “Waylun” (QS. Al-Muthaffifiin) [نَضْرَةَ النَعِيْم],“Hal” (QS. Al-Insaan)
[وَلَقَّاهُمْ
نَضْرَةً وَسُرُورًا]. Dan awal pada kata (نَّاضِرَةٌ) dalam QS.
Al-Qiyaamah [ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ],
semuanya dibaca dengan “Dhad”.
Kata (الْغَيْـظُ) artinya marah/
dengki, terdapat pada 11 tempat, salah satunya QS. Ali ‘Imran, 3:119
[عَضُّواْ عَلَيْكُمُ الانامل مِنَ الغيظ ] selain pada: QS. Ar-Ra’du (8)
[وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ] dan QS. Huud (44) [ُوَغِيضَ الْمَاءُ]. Maka
keduanya dibaca dengan “Dhad”.
(59) … وَالْحَظُّ لاَ الْحَضُّ عَلَى الطَّعَامِ ۞ وَفي ضَنِينٍ الْخلاَفُ سَامِي
Dan
semua al-hazhzhu (الْحَـظُّ) yang artinya balasan, terdapat pada 7
tempat, salah satunya QS. Ali ‘Imraan, 3: 176 [يُرِيدُ اللَّهُ أَلَّا
يَجْعَلَ لَهُمْ حَظًّا فِي الْآخِرَةِ]. Semuanya dengan Zha kecuali jika
disandingkan dengan (ٱلطعَام), yakni pada kalimat berikut: [وَلَا
تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ] QS. Al-Fajr ayat 18, Al-Haaqqah
34, dan Al-Maa’uun 3, semuanya dengan Dhad.
Dan pada kata (بِضَنِـيْـنٍ) pada QS. At-Takwir terjadi perbedaan pendapat di antara para
Qurra’ (ahli tajwid), apakah dengan Dhad atau Zha.
التحذيرات - peringatan
(60) … وَإِنْ تَلاَقَيَا البَيَانُ لاَزِمُ ۞ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ يَعَضُّ الظَّالِمُ
Dan
jika keduanya (Dhad dan Zha) bertemu, maka wajib membaca keduanya
dengan jelas (izhhar), seperti: (أَنْقَضَ ظَهْرَكَ) dan (يَعَضُّ
الظَّالِمُ)
(61) … وَاضْطُرَّ مَعْ وَعَظْتَ مَعْ أَفَضْتُمُ ۞ وَصَفِّ هَا جِبَاهُهُم عَلَيْهِمُ
Begitu
juga wajib dibaca dengan jelas) pada pertemuan Dhad dan Tha seperti:
kata (َّوَاضْطُـرَّ). Zha dengan Ta’ seperti: (وَعَظْتَ) dan Dhad dengan
Ta seperti: (ُأَفَضْـتُـمُ). Dan
perjelas juga huruf Ha seperti pada lafadz (ُجِبَاهُـهُـم ) dan (ُعَلَـيْـهِـمُ).
الميم والنون المشددتين والميم الساكنة - Hukum Mim Nun Tasydid dan Mim Mati
(62) … وأَظْهِرِ اْلغُنَّةَ مِنْ نُونٍ وَمِنْ ۞ مِيمٍ إِذاَ مَا شُدِّدَا وَأَخْفِيَنْ
Dan jelaskanlah sifat ghunnah yang ada pada huruf Nun dan Mim saat keduanya bertasydid, karena pada saat keduanya berada pada posisi tasydid, maka mereka berada pada tingkatan ghunnah yang paling sempurna. Lalu, samarkanlah (ikhfa-kan).
(63) … الْمِيمَ إِنْ تَسْكُنْ بِغُنَّةٍ لَدَى ۞ بَاءٍ عَلَى المُخْتَارِ مِنْ أَهْلِ اْلأَدَا
Huruf Mim yang sukun disertai ghunnah saat berhadapan dengan huruf Ba, menurut pendapat yang terpilih di kalangan para Ulama Ahli Qiraah.
(64) … وَاظْهِرَنْهَا عِنْدَ بَاقِي اْلأَحْرُفِ ۞ وَاحْذَرْ لَدى وَاوٍ وَفَا أنْ تَخْتَفِي
Kemudian jelaskanlah Mim sukun saat berhadapan dengan sisa hurufnya (selain Ba dan Mim), serta berhati-hatilah jangan sampai menyamarkan suara Mim sukun saat berhadapan dengan Wawu dan Fa karena dekat dan kesamaan makhrajnya.
التنوين والنون الساكنة - Tanwin dan Nun Sukun
(65) … وَحُكْمُ تَنْوِينٍ وَنُونٍ يُلْفى ۞ إِظْهَارٌ ادْغَامٌ وَقَلبٌ اخْفَا
Dan
hukum Tanwin dan Nun sukun itu ada empat, yakni izh-har (dibaca jelas
huruf Nun-nya), idgham (huruf Nun melebur ke huruf setelahnya), qalb
(huruf Nun berubah ke huruf Mim), dan ikhfa (huruf Nun disamarkan dan
lidah sudah bersiap-siap
mengucapkan huruf setelahnya).
(66) … فَعِنْدَ حَرْفِ الحَلْقِ أَظْهِرْ وَادَّغِمْ ۞ فِي اللاَّمِ وَالرَّا لاَ بِغُنَّةٍ لَزِمْ
Dan
bila Nun sukun bertemu dengan huruf-huruf halq, yakni huruf-huruf yang
keluar dari makhraj al-halq (Hamzah, Ha, ‘Ain, Ha, Ghain, dan Kha), maka
jelaskanlah huruf Nun-nya. Lalu idgham-kanlah bila Nun sukun bertemu
dengan huruf Lam dan Ra, yakni suara huruf Nun dianggap tidak ada dan
langsung dibaca huruf Lam dan Ra dengan bertasydid serta wajib tanpa
menyisakan ghunnah saat membacanya. Ini merupakan bacaan pada riwayat
Imam Hafsh jalur Syathibiyyah.
(67) … وَأَدْغِمَنْ بِغُنَّةٍ في يُومِنُ ۞ إِلاَّ بِكِلْمَةٍ كَدُنْيَا عَنْوَنُو
Dan
idgham-kanlah huruf Nun sukun dengan disertai sifat ghunnah saat
membacanya bila bertemu dengan huruf “yuuminu” (Ya, Wawu, Mim, dan Nun).
Kecuali bila pertemuan kedua huruf tersebut berada pada satu kata,
seperti kata “Dun- ya” dan yang semisalnya, sepert “Qin-wan”,
“Shin-wan”, dan “Bun-yan”. Semuanya mesti dibaca dengan jelas (disebut
dengan istilah izh-har muthlaq).
(68) … وَاْلَقْلبُ عِنْدَ الْبَا بِغُنَّةٍ كذا ۞ لاِخْفَاء لَدَى بَاقِي الحُرُوفِ أُخِذَا
Dan
ubahlah huruf Nun menjadi huruf Mim (Qalb) saat bertemu dengan huruf Ba
disertai ghunnah saat membacanya. Lalu ikhfa-kan (samarkanlah) huruf
Nun saat bertemu dengan sisa huruf selain izh-har, idgham, dan qalb
Mad dan Qashr - المد والقصر
(69) … والمدُّ لاَزِمٌ وَ وَاجِبٌ أَتَى ۞ وَجَاَئزٌ وَهْوَ وَ قَصْرٌ ثَبَتَا
Dan
hukum mad itu lazim (mesti dipanjangkan hingga enam harakat), wajib
(harus dipanjangkan lebih dari dua harakat), dan jaiz (boleh
dipanjangkan lebih dari dua harakat, boleh dibaca dua harakat saja).
Hukum mad (membaca lebih dari dua harakat)
dan qashr (membacanya hanya dua harakat saja) itu keduanya ada di dalam Al-Quran.
(70) … فَلاَزِمٌ إِن جَاءَ بَعْدَ حَرْفِ مَدْ ۞ سَاكِنَ حَالَيْنِ وَبِالطُّولِ يُمَدْ
Mad
lazim terjadi bila setelah huruf mad (Alif, Ya mad, dan Wawu mad)
terdapat sukun asli, baik di tengah kalimat (dibaca washal) ataupun di
akhir kalimat (dibaca waqaf). Cara membacanya adalah memanjangkan mad
dengan thuul (enam
harakat).
(71) … وَوَاجِبٌ إنْ جاءَ قَبْلَ هَمْزَةِ ۞ مُتَّصِلاً إِنْ جُمِعَا بِكِلْمَةِ
Mad wajib yaitu apabila huruf mad berada sebelum Hamzah, dimana Hamzah
tersebut berada pada satu kata dengan huruf mad. Maka mad mesti dipanjangkan lebih dari dua harakat.
(72) … وَجَائزٌ إِذَا أَتَى مُنْفَصِلاَ ۞ أَوْعَرَضَ السُّكُونُ وَقْفاٌ مُسْجَلاَ
Mad
jaiz yaitu apabila ada Hamzah setelah huruf mad, dimana Hamzah tersebut
berada pada kata yang berbeda (terpisah) dengan huruf mad. Juga mad
dihukumi jaiz apabila setelah huruf mad terdapat sukun ‘aridh di akhir
kalimat, yakni huruf hidup yang disukunkan. Maka, mad boleh dipanjangkan
lebih dari dua harakat.
معرفة الوقوف - Mengenal Wakaf
(73) … وَبَعْدَ تَجْوِيدِكَ لِلْحُرُوفِ ۞ لاَبُدَّ مِنْ مَعْرِفَةِ الْوُقُوفِ
Dan
setelah engkau memahami kaidah-kaidah dan praktik dalam tajwidul huruf
(bab makhraj sampai mad). Maka selanjutnya engkau mesti memahami
kaidah-kaidah waqaf (tata cara berhenti) dalam membaca Al-Quran, karena
kesempurnaan membaca
Al-Quran adalah “tajwiidul huruuf wa ma’rifatul wuquuf”.
(74) … وَالاْبِتِدَاءِ وَهْىَ تُقْسَمُ إِذَنْ ۞ ثَلاَثَةٌ تَامٌ وَكَافٍ وَحَسَنْ
Dan juga memahami tata cara ibtida` (memulai bacaan) dalam membaca Al-
Quran. Hukum waqaf dan ibtida terbagi menjadi tiga: taam (sempurna), kaaf (cukup), dan hasan (baik).
(75) … وَهْىَ لِمَا تَمَّ فَإنْ لَّمْ يُوجَدِ ۞ تَعَلُق أَوْ كَانَ مَعْنَى فَابْتَدى
Dan
apabila engkau berhenti pada kata yang susunan kalimatnya telah
sempurna. Baik itu: tidak ada hubungan lafazh dan makna dengan kata
setelahnya atau terdapat hubungan makna dengan kata setelahnya namun
tidak terdapat hubungan
lafazh, maka mulailah bacaan (ibtida`) dari kata setelahnya.
(76) … فَالتَّامُ فَالْكَافِى وَ لَفْظاً فَامْنَعَنْ ۞ إِلاَّ رُؤُس الآىِ جَوِّزْ فَالحَسَنْ
Berhenti
pada kata yang tidak memiliki hubungan lafazh dan makna dengan kata
setelahnya disebut waqaf taam. Sedangkan berhenti pada kata yang
memiliki hubungan makna namun tidak memiliki hubungan lafazh dengan kata
setelahnya disebut waqaf kaaf.
Adapun bila engkau berhenti pada
kata yang memiliki hubungan lafazh dan makna, maka janganlah engkau
ibtida` pada kata setelahnya. Kecuali bila engkau berhenti di akhir
ayat, walaupun masih memiliki hubungan lafazh dan makna dengan ayat
setelahnya, namun engkau boleh langsung ibtida` pada awal ayat, tanpa
mengulangi kata yang ada pada akhir ayat sebelumnya. Karena berhenti
pada setiap
akhir ayat merupakan kebaikan (waqaf hasan).
(77) … وَغَيْرُ مَا تَمَّ قَبِيحٌ وَلَهُ ۞ الوقَفُ مُضْطُرَّاً وَيُبْدَا قَبْلَهُ
Apabila
engkau berhenti pada kata yang belum sempurna lafazh atau maknanya
dengan sengaja, maka itu adalah waqaf qabih, yakni cara berhenti yang
buruk. Kecuali bila berhenti karena darurat, seperti kehabisan nafas
atau bersin, maka hal tersebut diperbolehkan. Lalu, engkau memilih
beberapa kata sebelumnya untuk ibtida` agar tidak merusak makna,
sehingga maksud dan tujuan ayat tersebut tercapai.
(78) … وَلَيسَ في الْقُرْآنِ مِنْ وَقْفٍ وَجَبْ ۞ وَلاَ حَرَامٌ غَيْرَ مَالَهُ سَبَبْ
Dan
permasalahan waqaf dan ibtida’ dalam Al-Quran ini tidak ada yang
hukumnya wajib atau haram selama tidak ada sebabnya. Bila ada sebab
sebagaimana yang telah dijelaskan, yakni berkaitan dengan hubungan
lafazh dan makna, lalu mengakibatkan makna ayat berubah, maka hukumnya
bisa jatuh menjadi makruh, haram, atau bahkan kufur.
المقطوع والموصول وحكم التاء - maqthu’ dan maushul dan hukum ta’
(79) … وَاعرِفْ لِمَقْطُوعٍ وَمَوْصُولٍ وَتَا ۞ فِي مُصْحَفِ الإِمامِ فِيمَا قَدْ أَتَى
Dan
ketahuilah permasalahan maqthu’ (dua kata yang ditulis terpisah) dan
maushul (dua kata yang ditulis bersambung), serta permasalahan penulisan
huruf Ta, apakah ditulis dengan Ta marbuthah atau ditulis dengan Ta
maftuhah pada mushaf Imam (Utsmani). Karena pengetahuan terhadap
penulisan ini erat kaitannya dengan persoalan waqaf dan ibtida`.
Khususnya saat waqaf dan ibtida` yang darurat atau waqaf
dan ibtida` ikhtibariy (sebagai bentuk ujian dan pengajaran).
(80) … فَاقْطَعْ بعَشْرِ كَلِمَاتٍ أنْ لاَّ ۞ مَعْ مَلْجَإٍ وَلاَ إِلهَ إِلاَّ
Pisahkan
pada sepuluh kalimat penulisan (أن) dan (ل), yakni saat berhadapan
dengan “malja`a” (At-Taubah 118), “laailaaha” (Huud 14),
(81) … وَتَعْبُدُوا يَاسينَ ثَانِي هُودَ لاَ ۞ يُشْرِكْنَ تُشْرِكْ يَدْخُلَنْ تَعْلوا عَلَى
Juga bila (أن) dan (ل) berhadapan dengan “ta’budu” pada surat Yasin (ayat 60) &
Hud (ayat 26), “laa yusyrikna” (Mumtahanah 12), “tusyrik” (Al-Hajj 26), “yadkhulan” (Al-Qalam 24), “ta’lu ‘ala” (Ad-Dukhaan 19),
(82) … أَن لاَّ يَقُولُوا لاَ أَقُولَ إِن مَّا ۞ بِالرَّعْدِ وَالمَفُتُوحَ صِلْ وَعَن مَّا
Juga
bila (أن) dan (ل) berhadapan “laa yaqulu” (Al-A’raaf 169) dan “laa
aquula” (Al-A’raaf 105). Dan pisahkan juga kata (إن) dan (ما) pada surat
Ar-Ra’du (ayat 40), dan bila difathahkan Hamzahnya maka sambungkanlah,
yakni kata (أم) dan (ما).
Dan juga pisahkanlah kata (عن) dan (ما)…
(83) … نُهُوا اقْطَعوا مِن مَّا بِرُومٍ وَالنِّسَا ۞ خُلْفُ المُنَافِقِين أَم مَّنْ أَسَّساَ
Sebelum kata “nuhuu” (Al-A’raaf 166).
Dan
pisahkanlah (من) dan (ما) pada QS. Ar-Ruum (28) & An-Nisaa (25).
Sedangkan pada QS. Al-Munafiqun 10 para Ulama berbeda pendapat apakah
penulisan (من) dan (ما) disambung atau dipisah.
Dan pisahkanlah (أم) dan (من) sebelum “assasa” (QS. At-Taubah 109),
(84) … فُصِّلَتِ الَّنسَا وَذِبْحِ حَيْثُ مَا ۞ وَأَن لَّمِ المَفْتُوحَ كَسْرُ إِنَّ مَا
Juga
pisahkanlah (أم) dan (من) pada surat Fushshilat 40, An-Nisa 109, dan
surat yang menceritakan penyembelihan (dzibhin), yakni QS. Ash-Shaaffat
11. Dan pisahkan juga (حيث) dan (ما) pada semua tempat di dalam
Al-Quran, dengan kesepakatan para Ulama. Juga pisahkanlah (أن) dan (لم)
pada semua tempat di dalam Al-Quran, dengan kesepakatan para Ulama.
Dan pisahkanlah (ن إ) dan (ما) pada…
(85) … اَلانْعَامِ وَالمَفْتُوحَ يَدْعُونَ مَعَاَ ۞ وَخُلْفُ الاَنْفَالِ وَنَحْلٍ وَقَعَا
urat Al-An’aam 134, dan terjadi perbedaan pendapat pada Surat An-Nahl.
Dan
pisahkanlah (ن أ) dan (ما) pada sebelum kata “yad’uuna” (QS. Al-Hajj 62
& Luqman 30). Serta terjadi perbedaan pendapat pada Surat Al-Anfaal
(28 & 41), dimana dalam riwayat dari Imam Hafsh disambung.
(86) … وَكُلَّ مَا سَأَلتُمُوهُ وَاخْتُلِفْ ۞ رُدُّوا كَذَا قُلْ بِئْسَمَا وَالوَصْلُ صِفْ
Dan
pisahkanlah (كل) dan (ما) pada sebelum kata “sa`altumuhu” (QS. Ibrahim
34). Serta terjadi perbedaan pendapat pada sebelum kata “ruddu” (QS.
An-Nisaa 91), dimana dalam riwayat Hafash dipisah penulisannya.
uga (terjadi perbedaan pendapat) pada penulisan (بئ) dan (َسمـا) pada قل بئسما
(Al-Baqarah 93) dan sambungkan (بئ) dan (َسمـا)
(87) … خَلَفْتُمُوِنى وَاشْتَرَوْا في مَا قْطَعَا ۞ أُوحِى أَفَضْتُمُ اشْتَهَتْ يَبْلُو مَعَا
Sebelum “khalaftumuuni” (Al-A’raaf 150) dan “wasytaraw” (Al-Baqarah 90).
Lalu
pisahkanlah (في) dan (ما) sebelum “uuhii” (Al-An’aam 145), “afadhtum”
(An- Nuur 14), “isytahat” (Al-Anbiya 102), setelah “liyabluwakum”
(Al-Maaidah 48 & Al- An’aam 165), dan juga…
(88) … ثَانِي فَعَلْنَ وَقَعَتْ رُومٌ كِلاَ ۞ تَنْزِيلُ شُعَرَاءٍ وَغَيْرَ ذي صِلاَ
Sebelum
“fa’alna” yang kedua (Al-Baqarah 240), Al-Waqiah (61), Ruum (28), dua
tempat pada Tanzil (Az-Zumar 3 & 46), dan Syu’ara (146). Sedangkan
selainnya disambungkan.
(89) … فَأَيْنَمَا كَالنَّحْلِ صِلْ وَ مُخْتَلِفْ ۞ في الشُّعَرَا الأَحْزَابِ وَالنِّسَا وُصِفْ
Dan
sambungkanlah (أين) dan (ما) pada (َمـا ْينَ فَأَ Al-Baqarah 115) &
An-Nahl (76), dan para Ulama berbeda pendapat apakah penulisannya
disambung atau dipisah pada Asy-Syu’ara (92), Al-Ahzaab (61), &
An-Nisaa (78).
(90) … وَصِلْ فَإِلَّمْ هُودَ أَلْن نَّجْعَلاَ ۞ نَجْمَعَ كَيْلاَ تَحْزَنُوا تَأْسَوْا عَلَى
Dan
sambungkanlah (إن) dan (لم) pada (فَإلَّـم ) Surat Huud (14). Juga
sambungkanlah (أن) dan (لن) sebelum kata “naj’ala” (Al-Kahfi 48) &
“najma’a” (Al- Qiyaamah 3).
Dan sambungkanlah (كي) dan (لا) sebelum kata “tahzanu” (Aali Imran 154) & “ta’saw ‘alaa” (Al-Hadid 23),
(91) … َحجُّ عَلَيْكَ حََرجٌ وَقَطَعْهُمْ ۞ عَن مَّن يَشَاءُ مَن تَوَلَّى يَوْمَ هُمْ
Juga pada surat Al-Hajj (5), dan sebelum “’alayka harajun” (Al-Ahzab 50).
Dan
pisahkanlah (عن) dan (من) sebelum kata “yasyaa” (An-Nuur 43) & pada
“man tawalla” (An-Najm 29). Dan juga pisahkanlah kata (يوم) dan (هم).
(92) … ومَالِ هَذَا وَالَّذينَ هَؤْلاَ ۞ تَحِينَ في الإِمَامِ صِلْ وَوُهِّلاَ
Dan
pisahkanlah (َمــال ) dengan kata setelahnya bila kata tersebut
“haadza” (Al- Kahfi 49 & Al-Furqan 7), “alladziina” (Al-Ma’arij 36),
dan “haa-ulaa” (An-Nisaa 78).
Dan kata (لات) dan (حين) dalam
(mushaf) Imam terdapat keraguan apakah disambungan (atau dipisahkan).
Adapun pendapat terpilih dalam riwayat Imam Hafsh: dipisahkan.
(93) … وَوَزَنُوهُمُ وَكَالُوهُمُ صِلِ ۞ كَذاَ مِنَ أل وَهَا وَيَا لاَ تَفْصِلِ
Dan sambungkanlah kata (ََ وَ زَنُـوا) dan (ُهــم ), juga sambungkan kata (َكـالُـو ) dan (ْهـم ُ).
Cara menyambungkannya adalah dengan menghilangkan Alif setelah Wawu jamak.
Begitu pula jangan pernah pisahkan penulisan (ال ta’rif) dengan kata setelahnya
(baik itu Qamariyyah atau Syamsiyyah). Sama halnya dengan (يَـا nida) dan (هـا tanbih) dengan kata setelahnya
التاءات - hukum ta
(94) … وَرَحْمَتُ الزُّخْرُفِ بِالتَا زَبرَهْ ۞ الاَعْرَافِ رُومٍ هُودٍ كَافِ الْبَقَرَهْ
Dan
kata “rahmat” pada QS. Az-Zukhruuf (32) ditulis dengan Ta Maftuhah.
Begitu juga pada QS. Al-A’raaf (56), Ruum (50), Huud (73), Kaaf (Maryam:
2), dan Al-Baqarah (218).
(95) … نعْمَتُهَا ثَلاَثُ نَحْلٍ ابْرَهَمْ ۞ مَعَا أَخِيرَاتُ عُقُودُ الثَّانِ هَمْ
Juga
kata “ni’mat” padanya (Al-Baqarah 231) ditulis dengan Ta maftuhah, tiga
pada An-Nahl (72, 83, 114), dua pada akhir Ibrahim (28 & 34), pada
‘Uqud (Al- Maaidah 11) sebelum kata “ham” yang kedua, sedangkan sebelum
“ham” yang pertama
ditulis dengan Ta marbuthah.
(96) … لُقْمَانُ ثُمّ فَاطِرٌ كَالطُّورِ ۞ عَمِرَانُ لَعْنَتَ بِهَا وَالنُّورِ
Juga
kata “ni’mat” pada Luqman (31) ditulis dengan Ta maftuhah, kemudian
Faathir (3), juga Ath-Thuur (29), dan Aali ‘Imraan (103).
Kemudian kata La’nat padanya (Aali ‘Imraan (61)) ditulis dengan Ta maftuhah juga pada An-Nuur (7).
(97) … وَامْرَأَتٌ يُوسُفَ عِمْرَانَ الْقَصَصْ ۞ تَحْرِيمَ مَعْصِيَتْ بِقَدْ سَمِعْ يُخَصْ
Dan
kata “imra`at” pada QS. Yuusuf (30 & 51), Aali ‘Imraan (35),
Al-Qashash (9), dan At-Tahriim (10 & 11) ditulis dengan Ta maftuhah.
Begitu pun kata “ma’shiyat”
yang terdapat pada Qad Sami’ (Al-Mujaadalah (8 & 9).
(98) … شَجَرَتَ الدُّخِانِ سُنَّتْ فَاطِرِ ۞ كُلاً وَالاَنْفَالَ وَحرفَ غَافرِ
Kata “syajarat” pada QS. Ad-Dukhaan (43 & 44) ditulis dengan Ta maftuhah.
Bagitu pun kata “sunnat” pada QS. Faathir (43), dan Al-Anfaal (38) serta Ghaafir (85).
(99) … قُرَّتُ عَيْنٍ جَنّتٌ في وَقَعَتْ ۞ فِطْرَتْ بَقِيَّتْ وَابْنَتْ وَكَلِمَتْ
Kata “Qurrat” bila bersandingan dengan ‘ain (QS. Al-Qashash 9), kata “Jannat”
pada
surat Al-Waaqi’ah (89), kata “Fithrat” pada Ar-Ruum 30, “Baqiyyat” pada
Huud 86, dan “Ibnat” pada At-Tahriim 12 dan kata “Kalimat”…
(100) … أَوْسَطَ اَلاعْرَافِ وَكُلُّ مَا اخْتُلِفْ ۞ جَمْعَا وَفَرْداً فيهِ بِالتَاءِ عُرِفْ
Pada
pertengahan Al-A’raaf (137). Serta semua kata yang diperselisihkan oleh
para Ulama Qurra mengenai mufrad atau jamaknya, maka ditulis dengan Ta’
Maftuhah.
Hamzah washal - همز الوصل
(101) … وَابْدَأُ بِهَمْزِ الْوَصْلِ مِنْ فِعْلٍ بِضَمْ ۞ إنْ كَانَ ثَالِثٌ مِنَ الْفِعْلِ يُضَمْ
Dan bacalah Hamzah washal pada fi’il (kata kerja) dengan dhammah, Bila huruf ketiga pada fi’il tersebut berharakat dhammah.
(102) … وَاكْسِرْهُ حَالَ الْكَسْرِ وَالْفَتْحِ وَفِى ۞ الاَسْمَاءِ غَيْرَ اللاَّمِ كَسْرَهَا وَفِى
Dan bacalah Hamzah washal dengan kasrah bila huruf ketiganya berharakat kasrah atau fathah.
Juga
bacalah Hamzah washal dengan kasrah apabila berada pada awal kata benda
yang tidak didahului Lam ta’rif (Alif Lam), karena pada Alif Lam,
Hamzah washal selalu dibaca fathah.
(103) … ابْنٍ مَعَ ابْنَةِ امْرِىءٍ وَاثْنَيْنِ ۞ وَامْرَأةٍ وَاسْمٍ مَعَ اثْنَتَيْنِ
Contoh
kata benda yang tidak didahului Lam ta’rif adalah ibnin, ibnati,
imriin, itsnaini, imraatin, ismin, dan itsnataini. Semua Hamzah washal
yang berada pada awal kata-kata tersebut dibaca dengan kasrah, bila kita
ingin memulai bacaan darinya.
(104) … وَحَاذِرِ الْوَقْفَ بِكُلِّ الحَرَكَهْ ۞ إِلاَّ إِذَا رُمْتَ فَبَعْضُ حَرَكَهْ
Dan
berhati-hatilah jangan sampai engkau membaca huruf yang berada di akhir
kalimat saat waqaf dengan harakat yang sempurna. Kecuali bila engkau
membacanya dengan raum, yakni membaca huruf dengan sebagian harakatnya
saja, para Ulama mengatakan: sepertiga harakat. Maksudnya membaca huruf
terakhir dengan membunyikan sebagian harakatnya saja.
(105) … إِلاَّ بِفَتْحٍ أَوْ بِنَصْبٍ وَأَشِمْ ۞ إِشَارَةً بِالضَّمْ فِي رَفْعٍ وَضَمْ
Namun
membaca dengan raum itu tidak bisa dilakukan bila harakat pada akhir
hurufnya fathah atau nashab. Jadi, raum hanya bisa dilakukan bila
harakat pada akhir hurufnya kasrah atau
Selain raum, berhenti
pada akhir kalimat juga bisa dilakukan dengan cara isymam. Yakni
memberikan isyarat dengan kedua bibir sebagaimana kita mengucapkan
dhammah (memonyongkan kedua bibir tanpa suara). Dan Isymam hanya bisa
dilakukan bila harakat pada huruf terakhirnya rafa’ atau dhammah.
Penutup - الخاتمة
(106) … وَقَدْ تَقَضَّى نَظْمِىَ المُقَدَّمَهْ ۞ مِنَّى لِقَارِئِ القُرَآنِ تَقْدِمَهْ
Telah tuntas nazhamku : Al-Muqaddimah. Sebagai hidangan yang aku sajikan kepada segenap para pembaca Al-Quran.
(107) … أَبْيَاتُهَا قَافٌ وَزَاىٌ فِي الْعَدَدْ ۞ مِنْ يُحْسِنِ التَّجْوِيدَ يَظْفَرْ بِالرَّشَدْ
(Bait-baitnya
berjumlah Qaf (seratus) dan Zay (tujuh). Siapa saja yang membaguskan
bacaan Al-Quran dengan tajwid, merekalah orang-orang yang mendapatkan
petunjuk dan keuntungan yang besar.)
(108) … وَالحَمْدُ لِلِه لَهَا خِتامُ ۞ ثُمَّ الصَّلاَةُ بَعْدُ وَالسَّلاَمُ
Segala puji bagi Allaah ﷻ atas terselesaikannya bait-bait ini, kemudian shalawat teriring salam,
(109) … عَلَى النَّبِىِّ المُصْطَفى وَآلِهِ ۞ وَصَحْبِهِ وتابعِ منوالهِ
(Atas
Nabi Muhammad Al-Mushthafa ﷺ dan keluarganya. Juga kepada para
Sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah dan manhajnya.)
Aamiin.
Posting Komentar untuk "Terjemah semua Pasal - Kitab Matan Al-Jazariyah Lengkap"