1. Pengertian Istihadlah
Istihadlah adalah keluarnya darah dari kemaluan perempuan bukan pada masa haid ataupun nifas. Perempuan yang belum berusia 9 tahun apabila melihat darah keluar dari ke- maluannya tidak disebut haid tetapi darah istihadlah. Begitupun darah yang keluar melebihi batas hari maksimal haid ataupun sebaliknya, di mana darah yang keluar tidak sampai batas minimal haid juga disebut istihadlah.
Status istihadlah dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari adalah seperti beser, yaitu hadats kecil. Ia masih boleh puasa, shalat, berhubungan suami-istri, dan ibadah lainnya. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perempuan yang istihadlah, di antaranya:
a. Hendaknya berhati-hati dalam bersesuci dan menghilangkan najis.
b. Sebelum berwudlu hendaknya terlebih dahulu membersihkan kemaluan, kemudian di- sumbat dengan kapas atau kain.
c. Selalu membasuh ulang bagian kemaluan dan sekitarnya setiap akan berwudlu.
d. Untuk ibadah fardhu seperti shalat 5 waktu, harus selalu memperbaharui wudlu, sedangkan ibadah sunnah boleh dengan sekali wudlu untuk melaksanakan banyak shalat sunnah.
e. Hendaknya menyegerakan shalat setelah berwudlu. Dan hendaknya pula berwudlu ketika telah masuk waktu shalat. Apabila wudlu dilakukan di awal waktu dan baru shalat di akhir waktu, jika sebab keterlambatan adalah faktor keteledoran maka hal ini dilarang.
2. Klasifikasi Mustahadlah
Darah yang keluar dari kemaluan seorang perempuan, apabila tidak kurang dari batas minimal haid dan tidak melebihi jumlah maksimal hari yaitu 15 hari, maka apapun warna maupun aroma dari darah tersebut tetap dihukumi sebagai darah haid. Sehingga berlaku bagi perempuan tersebut larangan-larangan yang sama seperti larangan bagi orang yang jinabat. lantas bagaimana darah yang keluar tersebut melebihi batas maksimal? Kondisi inilah yang disebut istihadlah. Seperti apabila seorang perempuan melihat pada awal haid darah keluar selama 3 hari dan 12 hari selanjutnya tidak ada darah yang keluar, namun darah keluar lagi selama 3 hari berikutnya. Maka darah yang keluar pada 3 hari terakhir dianggap darah istihadlah atau darah fasad. Perhatikan ilustrasi berikut!
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Darah haid
|
|
|
Darah istihadlah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Guna memudahkan untuk memahami dan menentukan waktu haid dan istihadlah, Syeikh Khatib as-Syarbini (w. 977 H) dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj membagi kondisi mustahadlah ke dalam 7 golongan, yaitu:
a. Mubtadi‟ah mumayyizah
Yang dimaksud dengan mubtadi‟ah adalah perempuan yang baru pertama kali megalami haid. Sedangkan mumayyizah berarti dia mampu membedakan warna darah yang keluar pada saat haid dan mengetahui mana yang lebih kuat di antaranya. Sehingga ia dihukumi haid pada waktu darah yang keluar lebih kuat, dan istihadlah pada kondisi sebaliknya. Kondisi ini harus memenuhi tiga syarat, yaitu 1) darah yang lebih kuat tidak lebih dari 15 hari; 2) darah tersebut juga tidak kurang dari sehari semalam; dan 3) darah yang lemah tidak kurang dari batas minimal suci jika darah tidak terputus. Jika terputus atau darah yang lemah disela-selai oleh darah yang kuat tidak dianggap sebagai mumayyizah.
Syarat-syarat di atas perlu dipenuhi agar warna darah dapat menentukan mana yang haid dan mana yang istihadlah. Apabila seorang perempuan mengeluarkan darah hitam selama 16 hari kemudian darah merah selama 12 hari maka tidak memenuhi syarat yang pertama. Jika darah hitam keluar selama 12 jam kemudian 15 hari selanjutnya darah merah, maka tidak memenuhi syarat kedua. Jika darah hitam keluar selama tiga hari, kemudian darah merah keluar selama 13 hari dan dilanjutkan darah hitam selama 16 hari, maka tidak memenuhi syarat ketiga.
Contoh kasus dalam hal ini adalah apabila seorang perempuan mengeluarkan darah hitam selama tiga hari, dan dilanjutkan dengan darah merah selama sepuluh hari, maka sebelum melewati masa 15 hari dia masih dihukumi haid. Hal ini karena dimungkinkan darah terputus sebelum masa 15 hari berlalu. Apabila telah melewati 15 hari baru diketahui dia mustahadlah mumayyizah. Sehingga haidnya adalah darah yang berwarna hitam, sedangkan sisanya yang berwarna merah adalah istihadlah. Dalam kondisi ini ia harus segera mandi wajib dan melaksanakan kewajiban sebagaimana biasa, juga perlu mengqadha beberapa shalat yang ditinggalkan pada hari-hari ia mengeluarkan darah merah.
Apabila ini telah menjadi kebiasaan atau adat dia dalam haid, maka pada bulan-bulan selanjutnya tidak perlu menunggu 15 hari untuk bersesuci. Tetapi ketika darah yang kuat menjadi lemah saat itulah ia harus segera mandi wajib.
b. Mubtadi‟ah ghoiru mumayyizah
Yang membedakan kondisi ini dengan kondisi sebelumnya adalah adanya syarat yang tidak terpenuhi sehingga tidak termasuk ke dalam kategori mumayyizah. Pada kondisi ini apabila darah yang keluar melebihi maksimal masa haid, maka haidnya adalah minimal masa haid yaitu sehari semalam dan masa sucinya adalah 29 hari. Hal ini disebabkan haid yang yakin adalah sehari semalam, sedangkan sisanya adalah darah yang diragukan (masykuk).
c. Mu‟tadah mumayyizah
Mu‟tadah adalah perempuan yang telah terbiasa mengalami haid, sehingga ia telah mengetahui kapan dan berapa lama ia haid karena telah menjadi kebiasaan atau adat baginya.
Pada kondisi ini, apabila mengalami istihadlah maka dapat dihukumi tamyiz jika terpenuhi syarat tamyiz, jika tidak maka dihukumi sebagaimana kebiasaan haid sebelumnya. Contoh kasusnya:
1) Apabila seorang perempuan memiliki adat atau kebiasaan haid selama 7 hari, kemudian ia mengeluarkan darah hitam selama 8 hari dan dilanjutkan dengan darah merah selama 9 hari, maka haidnya adalah yang hitam saja.
2) Seorang perempuan mengeluarkan darah selama 16 hari sedangkan ia memiliki kebiasaan haid selama 6 hari, maka ia tidak termasuk mumayyizah dan haidnya dihukumi sebagaimana adat haidnya.
d. Mu‟tadah ghairu mumayyizah
Kondisi ini adalah di mana seorang perempuan mengetahui kebiasaan haidnya yang terdahulu tetapi tidak memenuhi syarat tamyiz sehingga hukum haidnya adalah kembali kepada kebiasaan haid yang terdahulu.
Hal ini didasarkan pada hadis Ummu Salamah ra. :
Artinya: “Diriwayatkan bahwa pada masa Rasulullah Saw. ada seorang perempuan yang melihat banyak darah keluar dari kemaluannya, lantas Ummu Salamah ra. meminta fatwa kepada Rasulullah Saw dan dijawab oleh beliau „hendaknya ia melihat jumlah malam dan hari di mana ia terbiasa haid sebelumnya, maka tinggalkanlah shalat sejumlah hari itu‟.” (HR. An-Nasa‟i dan lainnya). Untuk menentukan kebiasaan („aadah) dapat dilihat dari waktu haid dan suci meskipun baru sekali terjadi. Misalkan seseorang setiap kali haid selalu berlangsung selama 3 hari, kemudian pada bulan selanjutnya ia haid selama 5 hari. Pada bulan selanjutnya ia mengalami istiadlah, maka hukum haidnya bila ia bukan mumayyizah dikembalikan kepada yang 5 hari meskipun yang 5 hari ini baru sekali.
Posting Komentar untuk " Istihadlah : Pengertian dan Klasifikasi Istihadlah"