Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Menunda Qadha Puasa Ramadhan

 

Hukum Menunda Qadha Puasa

Orang yang  menunda qadha puasanya sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, wajib baginya meng-qadha puasanya dan membayar fidyah tiap hari satu mud atau kurang lebih 1 liter beras, 1 mud (6,5 ons) makanan pokok daerah setempat (beras) untuk setiap harinya dan kewajiban ini berulang setiap datang bulan Ramadhan semasih ia belum mengqhada puasanya

عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَأَفْطَرَ لِمَرَضٍ ثُمَّ صَحَّ وَ لَمْ يَقْضِهِ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَان آخَر صَامَ الَّذِي أَدْرَكَهُ ثًمَّ يَقْضِي مَا عَلَيْهِ وَ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا (الدارقطني بسند ضعيف لكنه اعتضد بإفتاء الصحابة أي لإفتاء ستة من الصحابة بذلك وهم علي والحسين بن علي وابن عباس وابن عمر وأبو هريرة وجابر رضي الله عنهم )

Sesuai dengan hadits Nabi saw yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra “Siapa yang datang baginya Ramadhan dan tidak berpuasa karena sakit, lalu ia tidak meng-qhada’ puasanya sampai datang ramadhan berikutnya, maka wajib berpuasa ramadhan yang baru datang dan meng-qadha’ puasa ramadhan yang lewat dan memberi makan orang miskin setiap hari” (Ad-Darquthni dengan sanad dhaif tapi dikuatkan dari fatwa 6 shahabat Nabi saw yaitu, Ali, Husen bin Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah dan Jabir Radhiallahu ‘anhum)

Hukum Orang Meninggal Belum Meng-qadha Puasanya

1.     Orang sakit di bulan Ramadhan dan tidak puasa lalu meninggal sebelum mampu untuk membayarnya atau meninggal sebelum sembuh dari sakitnya maka ahli warisnya tidak wajib membayar fidyah dan tidak wajib meng-qadha puasanya

2.     Orang sakit di bulan Ramadhan dan tidak puasa lalu meninggal setelah mampu untuk membayar (mengqadha) puasanya atau meninggal setelah sembuh dari sakitnya dan belum membayar (meng-qadha’) puasanya maka wajib bagi ahli waris membayar fidyah karena puasa adalah ibadah badaniah.yang tidak bisa diwakili semasih hidup atau setelah wafatnya. Tapi boleh diwakili setelah wafatnya atau boleh walinya atau ahli warisnya meng-qadha’ puasanya setelah wafaf dan ini bukan suatu keharusan tapi dibolehkan menurut madzhab syafi’i bagi walinya jika mau.

عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ‏:‏ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ (أبو داود)

Sesuai dengan hadits Nabi saw dari Aisyah ra, beliau bersabda “Siapa yang meninggal dan punya hutang puasa, maka walinya meng-qadha’nya” (HR Abu Daud)

Sedang menurut Imam Ahmad bin Hambal yang dimaksudkan dengan hutang puasa disini adalah puasa nadzar. Wallahu’alam

Hukum Orang Yang Batal Puasanya Karena Jima’

Orang yang berjima’ di siang hari di bulan puasa hukumnya haram dan batal puasanya, wajib membayar (meng-qadha’) puasanya di hari-hari yang lain dan membayar kaffarah sebagai penebus dosa yang dilakukannya

Kaffarah

Kaffarah adalah suatu denda untuk menebus dosa yang dilakukan seseorang terhadap Allah karena melakukan pelanggaran yaitu berjima di siang hari di bulan ramadhan.

Melakukan kaffarah ada tiga cara

1.     membebaskan seorang budak sahaya. Jika tidak mampu cara ini maka harus melakukan cara kedua,

2.     berpuasa 60 hari secara berturut-turut (tidak terputus-putus). Jika tidak mampu cara ini maka harus melakukan cara ketiga,

3.     memberi makanan kepada 60 orang fakir miskin setiap orang satu mud atau satu liter beras

Keterangan:

Orang yang telah membebaskan budak sahaya tidak diwajibkan berpuasa 60 hari berturut-turut, dan yang telah berpuasa 60 hari tidak diwajibkan memberi makanan kepada fakir miskin.

Hikmah Tentang Kaffarah

Pada hikmah ini kami akan bawakan satu hadist Rasulallah saw yang diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah ra:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ: لَا, ثُمَّ جَلَسَ, فَأُتِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا, فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا, فَضَحِكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ (رواه الشيخان)

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Ada seorang sahabat datang kepada Nabi saw lalu berkata ”Aku telah binasa Ya Rasulallah”. Nabi pun bertanya ”Apa yang membuat kau binasa?”. Ia memjawab ”Aku telah berjima’ dengan istriku di siang hari di bulan Ramadhan”. Maka Rasulallah saw bersabda ”Apakah kau bisa membebaskan budak sahaya?”. Ia menjawab ”Tidak bisa ya Rasulallah”. Lalu Nabi saw bersabda lagi ”Apakah kamu bisa berpuasa dua bulan berturut-turut?”. Ia menjawab ”Tidak bisa Ya Rasulallah”. Lalu beliau bersabda lagi ”Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang miskin?”. Ia menjawab ”Tidak bisa Ya Rasulallah”. Lalu beliau mengambil keranjang berisi kurma, seraya bersabda ”Ambillah kurma ini dan bersedakahlah kepada fakir miskin”. Maka sahabat itu berkata ” Ya Rasulallah, apakah bersedekah kepada orang yang lebih miskin dari kami, sedang tidak ada seorangpun di kampung yang lebih miskin dari kami”. Mendengar perkataaan sahabat ini, beliau tertawa sampai terlihat baham beliau yang mulia, lalu bersabda ”Pergilah dan bawalah kurma ini lalu berilah makan keluargamu”. (HR Bukhari Muslim)

Dari hadits ini kita bisa mengambil suatu istimbath atau kesimpulan bahwa agama yang dibawa beliau adalah agama yang mudah dan bisa membuat solusi dalam bentuk apapun

 

Posting Komentar untuk "Hukum Menunda Qadha Puasa Ramadhan"