Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembagian Akad Transakasi dalam Islam

 

Pembagian Akad Transakasi dalam Islam
Pembagian Akad Transakasi dalam Islam

Pembagian akad /Transakasi dalam Islam dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan sudut pandang yang berbeda, yaitu:
1.      Berdasarkan ketentuan syara’ 

1)      Akad shahih
akad shahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh syara’. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad shahih adalah akad yang memenuhi ketentuan syara’ pada asalnya dan sifatnya.
2)      Akad tidak shahih
adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh syara’. Dengan demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau tidak sah. Jumhur ulama selain Hanafiyah menetapkan akad bathil dan fasid termasuk kedalam jenis akad tidak shahih, sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara fasid dengan batal.
Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak memenuhi memenuhi rukun atau tidak ada barang yang diakadkan seperti akad yang dilakukan oleh salah seorang yang bukan golongan ahli akad. Misalnya orang gila, dan lain-lain. Adapun akad fasid adalah akad yang yang memenuhi persyaratan dan rukun, tetapi dilarang syara’ seperti menjual barang yang tidak diketahui sehingga dapat menimbulkan percekcokan.

2.      Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah:
1)      akad musamah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
2)      Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara’ dan belum ditetapkan hukumnya.

3. Berdasarkan zat benda yang diakadkan :
1.      benda yang berwujud
2.      benda tidak berwujud.

4.      Berdasarkan adanya unsur lain didalamnya :
1)      Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan akad adalah pernyataan yang disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan adanya akad.
2)      Akad mu’alaq adalah akad yand didalam pelaksaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3)      Akad mu’alaq ialah akad yang didalam pelaksaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang pelaksaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tidanya waktu yang ditentukan.

5.      Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad :
1)      Akad musyara’ah ialah akad-akad yang debenarkan syara’ seperti gadai dan jual beli.
2)      Akad mamnu’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti menjual anak kambing dalam perut ibunya.

6.      Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad :
1)      akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang seperti jual beli.
2)      Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barangg karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah.

7.      Berdasarkan cara melakukannya:
1)      Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
2)      Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada umumnya.

8.      Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad :
1)      Akad nafidzah, yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad
2)      Akad mauqufah, yaitu akad –akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku setelah disetujui pemilik harta)

9.      Berdasarkan luzum dan dapat dibatalkan :
1)      Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad nikah. Manfaat perkawinan, seperti bersetubuh, tidak bisa dipindahkan kepada orang lain. Akan tetapi, akad nikah bisa diakhiri dengan dengan cara yang dibenarkan syara’
2)      Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak, dapat dipindahkan dan dapat dirusakkan seperti akad jual beli dan lain-lain.
3)      Akad lazimah yang menjadii hak kedua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak. Seperti titipan boleh diambil orang yang menitip dari orang yang dititipi tanpa menungguu persetujuan darinya. Begitupun sebalikanya, orang yang dititipi boleh mengembalikan barang titipan pada orang yang menitipi tanpa harus menunggu persetujuan darinya.

10.  Berdasarkan tukar menukar hak :
1)      Akad mu’awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti akad jual beli
2)      Akad tabarru’at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan seperti akad hibah.
3)      Akad yang tabaru’at pada awalnya namun menjadi akad mu’awadhah pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah

11.  Berdasarkan harus ganti tidaknya :
1)      Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
2)      Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
3)      Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya adalah dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn.

12.  Berdasarkan tujuan akad :
1)      tamlik: seperti jual beli
2)      mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
3)      tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
4)      menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
5)      mengadakan pemeliharaan seperti ida’ atau titipan

13.  Berdasarkan faur dan istimrar
1)      Akad fauriyah, yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
2)      Akad istimrar atau zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan, seperti I’arah

14.  Berdasarkan asliyah dan tabi’iyah :
1)      akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu yang lain seperti jual beli dan I’arah.
2)      Akad tahi’iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.


Posting Komentar untuk "Pembagian Akad Transakasi dalam Islam"