Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Struktur Rukun Akad Transaksi Dalam Islam

Struktur Rukun Akad Transaksi Dalam Islam
Struktur Rukun Akad Transaksi Dalam Islam  

 

Secara bahasa akad adalah hubungan antara beberapa hal. Secara istilah akad memiliki dua makna, yakni makna umum dan makna khusus. Definisi akad secara umum adalah rencana seseorang untuk mengerjakan sesuatu, baik atas dasar keinginan tunggal (satu orang) seperti akad wakaf dan talak, atau butuh dua keinginan (dua orang) untuk mewujudkannya seperti akad jual beli dan akad perwakilan. Adapun definisi akad secara khusus adalah ījāb dan qabūl dengan cara yang dilegalkan syariat dan berkonsekuensi terhadap barang yang menjadi obyek akad. Sehingga mengecualikan cara yang tidak dilegalkan syariat seperti kesepakatan untuk membunuh seseorang, maka tidak dinamakan akad.


Dalil yang mendasari legalitas akad adalah firman Allah Swt. QS. Al-Māidah (5) : 1

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”

Struktur Rukun Akad Transaksi Dalam Islam

Struktur / rukun akad terdiri dari empat unsur:

1)    Ṣīgah

Yaitu ījāb dan qabūl yang menunjukkan keinginan pelaku akad untuk melangsungkan akad baik dengan cara ucapan, pekerjaan (mu‟āṭāh), isyarat dan tulisan.

Ijab adalah ungkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, sedangkan kabul adalah peryataan pihak kedua untuk menerimanya. Pengertian ijab kabul dalam pengalaman dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu terkadang tidak berhadapan atau ungkapan yang menunjukan kesepakatan dua pihak yang melakukan akad, misalnya yang berlangganan majalah, pembeli mengirim uang melalui pos wesel dan pembeli menerima majalah tersebut dari kantor pos.

 Dalam ijab kabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqh menuliskannya sebagai berikut:
a.   Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
b.   Adanya kesesuaian antara ijab dan kabul
c.   Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak menunjukan penolakan dan pembatalan dari keduanya.
d.  Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa, dan tidak karena di ancam atau ditakut-takuti oleh orang lain karena dalam tijarah (jual beli) harus saling merelakan.

Ijab kabul akan dinyatakan batal apabila :
a.   Penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat kabul dari si pembeli.
b.  Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
c.  Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan, namun keduanya telah pisah dari majlis akad. Ijab dan kabul dianggap batal.
d.   Kedua pihak atau salah satu, hilang kesepakatannya sebelum terjadi kesepakatan.
e.   Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya kabul atau kesepakatan.

Mengucapkan dengan lidah merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam mengadakan akad, tetapi ada juga cara lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk berakad. Para ulama fiqh menerangkan beberapa cara yang ditempuh dalam akad,yaitu
1)   Dengan cara tulisan (kitabah), misalnya dua ‘aqid berjauhan tempatnya, maka ijab kabul boleh dengan kitabah. Atas dasar inilah para ulama membuat kaidah: “Tulisan itu sama dengan ucapan”.
2)  Isyarat. Bagi orang-orang tertentu akad tidak dapat dilaksanakan dengan ucapan atau tulisan, misalnya seseorang yang bisu tidak dapat mengadakan ijab kabul dengan bahasa, orang yang tidak pandai tulis baca tidak mampu mengadakan ijab kabul dengan tulisan. Maka orang yang bisu dan tidak pandai tulis baca tidak dapat melakukan ijab kabul dengan ucapan dan tulisan. Dengan demikian, kabul atau akad dilakukan dengan isyarat. Maka dibuatkan kaidah sebagai berikut: “Isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah”.

2)    Āqid

Ījāb dan qabūl tidak mungkin terealisasi tanpa adanya pelaku akad. Maka dalam akad harus ada āqid (pelaku akad) untuk melangsungkan akad.

‘Aqid, adalah orang yang berakad (subjek akad); terkadang masing-masing pihak terdiri dari salah satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang. Misalnya, penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing pihak satu orang; ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang terdiri dari beberapa orang.

3)    Ma’qūd ‘alaih

Yaitu obyek akad. Ma‟qūd „alaih ada kalanya berupa barang seperti dalam akad hibah (pemberian), atau tidak berupa barang seperti mempelai wanita dalam akad pernikahan, atau berupa manfaat seperti dalam akad ijārah (persewaan).

 Ma’qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a)     Obyek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak sedang dilakukan.
b)     Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim (harta yang diperbolehkan                                           syara’ untuk ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya.
c)    Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian hari.
d)     Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
e)      Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis.

4)    Tujuan akad

Yaitu tujuan pelaku akad untuk melangsungkan akad. Tujuan akad akan berbeda dalam setiap akad. Seperti:
•    Akad Bai‟, tujuan akad : memindah kepemilikan barang kepada pembeli dengan alat pembayaran.
•    Akad Ijārah, tujuan akad : memindah kepemilikan manfaat barang kepada penyewa dengan alat pembayaran.
•    Akad Hibah, tujuan akad : memindah kepemilikan barang tanpa imbalan.



Posting Komentar untuk "Struktur Rukun Akad Transaksi Dalam Islam"