Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dalil dan Definisi Jual Beli Dalam Islam

 

Dalil dan Definisi Jual Beli Dalam Islam

A.    Dalil Jual Beli Dalam Islam

Dalil yang mendasari legalitas transaksi jual beli adalah:
•    Firman Allah Swt. QS. Al-Baqarah (2): 275

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."(QS Al-Baqarah [2]: 275)

 
•    Sabda Rasulullah Saw.
“Sesungguhnya Nabi Saw ditanya mengenai penghasilan apa yang paling baik, maka Nabi bersabda: “Pekerjaan seorang lelaki dengan tangannya sendiri dan jual beli (berdagang) yang baik.” (HR. Al-Bazzar)

B.    Definisi Jual Beli Dalam Islam

Secara bahasa, bai‟ berarti tukar menukar sesuatu. Sedangkan secara istilah, bai‟ atau jual beli adalah tukar menukar materi (māliyyah) yang memberikan konsekuensi kepemilikian barang („ain) atau jasa (manfa‟ah) secara permanen. Definisi ini akan mengecualikan beberapa transaksi:
 
•    Transaksi hibah (transaksi pemberian). Dalam transaksi hibah tidak ada praktik tukar menukar (mu‟āwaḍah). Karena tukar menukar dilakukan oleh kedua belah pihak, sedangkan dalam transaksi hibah hanya dari satu pihak.
•    Transaksi nikah. Walaupun nikah termasuk akad mu‟āwaḍah, tapi tidak terjadi pada sebuah materi (māliyyah). Karena farji tidak masuk dalam kategori materi.
•    Transaksi ijārah (transaksi persewaan). Transaksi ijārah tidak bersifat permanen. Karena transaksi ijārah adalah pemindahan kepemilikan manfaat dalam batas waktu yang telah ditentukan.
Praktek jual beli ada tiga macam:

1)    Bai’ Musyāhadah

Bai‟ musyāhadah adalah jual beli komoditi (ma‟qud „alaih) yang dilihat secara langsung oleh pelaku transaksi. Batasan musyāhadah bersifat relatif sesuai karakteristik komoditinya. Setiap bentuk musyāhadah yang bisa menghasilkan ma‟lum pada komoditi maka dianggap cukup, baik dengan cara melihat secara keseluruhan, sebagian atau secara ḥukman (seperti melihat pada bungkus).
Melihat sebagian komoditi dianggap cukup jika telah mewakili keseluruhan kondisi komoditi, seperti jual beli dengan mengacu pada sampel (unmūżaj) komoditi. Contoh: cukup melihat sebagian beras dalam praktek jual beli satu karung beras. Tidak perlu melihat seluruh beras dalam karung.
Melihat secara ḥukman dianggap cukup jika bagian luar komoditi berfungsi sebagai pelindung komoditi. Praktek ini dianggap cukup karena jika harus melihat kondisi komoditi bagian dalam akan berkonsekuensi merusak komoditi. Contoh: cukup melihat kulit telur dan kulit mangga dalam praktek jual beli telur dan mangga. Tidak perlu melihat bagian dalamnya.

2)    Bai’ Mauṣuf Fī Żimmah

Bai‟ mauṣuf fī żimmah adalah transaksi jual beli dengan sistem tanggungan (żimmah) dan metode ma‟lum-nya melalui spesifikasi kriteria (ṣifah) dan ukuran (qodru). Secara subtansi, bai‟ mauṣuf fī żimmah hampir mirip dengan transaksi salam, namun berbeda dalam beberapa hal.

3)    Bai’ Goib

Bai‟ goib adalah jual beli komoditi yang tidak terlihat oleh kedua pelaku transaksi atau oleh salah satunya.
Menurut qoul aẓhar dalam mażhab Syafi‟i, praktek demikian hukumnya tidak sah, karena termasuk bai‟ al-goror (jual beli yang mengandung unsur penipuan). Sedangkan menurut muqābil ażhar dan A‟immah Ṡalāṡah (tiga Imam mażhab selain Imam Syafi‟i), bai‟ goib sah jika menyebutkan spesifikasi ciri- ciri dari komoditi (sifat , jenis dan macamnya).
Hukum jual beli ada lima:
1)    Wajib
Seperti menjual makanan kepada orang yang akan mati jika tidak makan.
2)    Sunnah
Seperti menjual sesuatu yang bermanfaat jika dibarengi niat yang baik.
3)    Makruh
Seperti menjual setelah azan pertama shalat jumat, menjual kain kafan karena ia akan selalu berharap ada kematian.
4)    Mubah
Seperti menjual peralatan rumah jika tidak dibarengi niat yang baik.
5)    Haram
Seperti menjual setelah azan kedua shalat jumat, menjual pedang kepada pembunuh, menjual anggur kepada orang yang diyakini akan menjadikannya khamr. Namun praktik-praktik ini tetap sah secara hukum waḍ‟ī.

Posting Komentar untuk "Dalil dan Definisi Jual Beli Dalam Islam "