Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Macam- Macam Jenis Air dalam Kitab Fathul Qorib

Macam- Macam Jenis Air dalam Kitab Fathul Qorib

Fathul Qorib adalah kitab fikih bermazhab Asy-Syafii karya Syekh Muhammad Qasim al-Ghazi yang merupakan syarah Matan Abu Syuja atau yang populer dengan nama At-Taqrib.

Dalam kitab fathul qorib al-mujib ini dibahas tentang fiqih Mazhab Imam Syafi'i terdiri dari muqaddimah dan pembahasan ilmu fiqih yang secara garis besar terdiri atas empat bagian, yaitu tentang cara pelaksanaan ibadah, muamalat, masalah nikah, dan kajian hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas atau jinayat

 berikut penjelasan beberapa macam pembagian jenis air dalam Kitab Fathul Qorib

MACAM MACAM AIR

وَلَمَّا كَانَ الْمَاءُ آلَةً لِلطَّهَارَةِ اسْتَطْرَدَ الْمُصَنِّفُ لِأَنْوَاعِ الْمِيَاهِ

Dan ketika air merupakan alat untuk bersuci, maka mushannif istithrad[1] macam-macamnya air.

فَقَالَ (الْمِيَاهُ الَّتِيْ يَجُوْزُ) أَيْ يَصِحُّ (التَّطْهِيْرُ بِهَا سَبْعُ مِيَاهٍ. مَاءُ السَّمَاءِ) أَيْ النَّازِلِ مِنْهَا, وَهُوَ الْمَطَرُ (وَمَاءُ الْبَحْرِ) أَيْ الْمِلْحِ (وَمَاءُ النَّهْرِ) أَيْ الْحُلْوِ (وَمَاءُ الْبِئْرِ وَمَاءُ الْعَيْنِ وَمَاءُ الثَّلْجِ وَمَاءُ الْبَرَدِ)

Maka beliau berkata, air yang boleh, maksudnya syah digunakan untuk bersuci ada tujuh macam air. Yaitu air langit, maksudnya air yang turun dari langit yaitu hujan, air laut (yaitu air asin), air bengawan / sungai (yaitu air tawar), air sumur, air sumber, air salju, dan air embun.

وَيَجْمَعُ هَذِهِ السَّبْعَةَ قَوْلُكَ مَانَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِنَ الْأَرْضِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ مِنْ أَصْلِ الْخِلْقَةِ.

Ketujuh macam air ini terkumpul dalam ungkapanmu, “-air yang bisa digunakan bersuci adalah- air yang turun dari langit atau keluar dari bumi dalam bentuk sifat apapun yang sesuai dengan aslinya.”

(ثُمَّ الْمِيَاهُ) تَنْقَسِمُ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ):

Kemudian, air terbagi menjadi empat bagian :

. . . . . . . . . . . . . . . . . . 
    [1] Istathrada adalah menjelaskan sesuatu bukan pada tempatnya, namun di jelaskan karena masih ada kesinambungan dengan pembahasan. Seperti pada bab ini adalah menjelaskan tentang bersuci bukan tentang air, namun mushannif menjelaskan macam-macam air dalam bab ini karena ada kesinambungan antara air dengan bersuci.


1. Air Mutlak

 أَحَدُهَا (طَاهِرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (مُطَهِّرٌ) لِغَيْرِهِ (غَيْرُ مَكْرُوْهٍ اسْتِعْمَالُهُ وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطْلَقُ) عَنْ قَيِّدٍ لَازِمٍ

Salah satunya adalah air suci dzatnya dan bisa mensucikan pada yang lainnya serta tidak makruh menggunakannya, yaitu air mutlak (bebas) dari qayyid (ikatan nama) yang lazim (menetap).

فَلاَ يَضُرُّ الْقَيِّدُ الْمُنْفَكُّ كَمَاءِ الْبِئْرِ فِيْ كَوْنِهِ مُطْلَقًا

Sehingga tidak berpengaruh pada kemutlakkan air ketika berupa qayyid yang munfak[2], sepeti air sumur.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . 
[2] Nama yang tidak menetap pada air, bahkan nama itu akan hilang dengan pindahnya air dari satu tempat ke tempat yang lain.

2. Air Musyammas

 الثَّانِيْ (طَاهِرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (مُطَهِّرٌ) لِغَيْرِهِ (مَكْرُوْهٌ اسْتِعْمَالُهُ) فِي الْبَدَنِ لَا فِي الثَّوْبِ (وَهُوَ الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ) أَيِ الْمُسَخَّنُ بِتَأْثِيْرِ الشَّمْسِ (وَ) فِيْهِ

Yang kedua adalah air yang suci dzatnya, bisa mensucikan pada yang lainnya, dan makruh menggunakannya pada badan tidak pada pakaian. Yaitu air musyammas, yaitu air yang dipanaskan dengan pengaruh sinar matahari.

وَإِنَّمَا يُكْرَهُ شَرْعًا بِقُطْرٍ حَارٍّ فِيْ إِنَاءٍ مُنْطَبِعٍ إِلَّا إِنَاءِ النَّقْدَيْنِ لِصَفَاءِ جَوْهَرِهِمَا

Air musyammas ini hanya dimakruhkan secara syara’ bila digunakan di daerah panas dengan menggunakan wadah yang dapat dicetak (terbuat dari logam), selain wadah yang terbuat dari emas dan perak, karena elemen keduanya adalah bersih (dari karat).

وَإِذَا بَرُدَ زَالَتِ الْكَرَاهَةُ. وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقًا. وَيُكْرَهُ أَيْضًا شَدِيْدُ السُّخُوْنَةِ وَالْبُرُوْدَةِ.

Dan ketika air musyammas itu menjadi dingin, maka hukum makruhnya menjadi hilang. Namun imam an Nawawi lebih memilih hukum tidak makruh secara mutlak. Dan juga di makruhkan menggunakan air yang terlalu panas (bukan karena sinar matahari) dan terlalu dingin.

3. Air Musta’mal & Mutaghayyir

(وَ) الْقِسْمُ الثَّالِثُ (طَاهْرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (غَيْرُ مُطَهِّرٍ لِغَيْرِهَ. وَهُوَ الْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ) فِيْ رَفْعِ حَدَثٍ أَوْ إِزَالَةِ نَجْسٍ إِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهُ بَعْدَ انْفِصَالِهِ عَمَّا كَانَ بَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ الْمَغْسُوْلُ مِنَ الْمَاءِ

Bagian ketiga adalah air yang suci dzatnya namun tidak bisa mensucikan pada yang lainnya. Yaitu air musta’mal. Yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadats, atau menghilangkan najis jika memang tidak berubah sifatnya dan tidak bertambah ukurannya, setelah terpisah dari tempat yang di basuh beserta menghitung air yang diserap oleh tempat yang dibasuh.

(وَالْمُتَغَيِّرُ) أَيْ وَمِنْ هَذَا الْقِسْمِ الْمَاءُ الْمَتَغَيِّرُ أَحَدُ أَوْصَافِهِ (بِمَا) أَيْ بِشَيْئٍ (خَالَطَهُ مِنَ الطَّاهِرَاتِ) تَغَيُّرًا يَمْنَعُ إِطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ. فَإِنَّهُ طَاهْرٌ غَيْرُ طَهُوْرٍ

Dan air mutaghayyir (air yang berubah). Maksudnya, termasuk dari bagian yang ketiga ini adalah air yang berubah salah satu sifatnya sebab tercampur oleh sesuatu yang suci, dengan perubahan yang mencegah kemutlakan nama air. Maka sesungguhnya air tersebut hukumnya suci namun tidak mensucikan.

حِسِّيًّا كَانَ التَّغَيُّرُ أَوْ تَقْدِيْرِيًّا كَأَنِ اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِيْ صِفَاتِهِ كَمَاءِ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ وَالْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ

Baik perubahannya itu nampak oleh indra, ataupun kira-kira saja seperti air yang tercampur oleh sesuatu yang sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air, seperti air mawar yang sudah tidak berbau dan air musta’mal.

فَإِنْ لَمْ يَمْنَعْ إِطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ, بِأَنْ كَانَ تَغَيُّرُهُ بِالطَّاهِرِ يَسِيْرًا أَوْ بِمَا يُوَافِقُ الْمَاءَ فِيْ صِفَاتِهِ وَقُدِّرَ مُخَالِفًا وَلَمْ يُغَيِّرْهُ, فَلَا يُسْلَبُ طَهُوْرِيُّتُهُ. فَهُوَ مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ.

Jika perubahannya tidak sampai menghilangkan kemutlakkan nama air tersebut, dengan gambaran perubahan yang disebabkan tercampur barang yang suci itu hanya sedikit, atau sebab tercampur dengan barang yang sifatnya sesuai dengan sifat-sifat air dan di kira-kirakan terjadi perubahan namun ternyata tidak berubah, maka hukum thahuriyyah (bisa mensucikan) air tersebut tidak hilang.

وَاحْتَرَزَ بِقَوْلِهِ خَالَطَهُ عَنِ الطَّاهِرِ الْمُجَاوِرِ لَهُ. فَإِنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ, وَلَوْ كَانَ التَّغَيُّرُ كُثِيْرًا,

Dengan ungkapan “khalathahu” (sesuatu yang mencampuri), mushannif mengecuali perubahan air yang di sebabkan barang-barang suci yang hanya bersandingan dengan air (tidak mencampuri). Maka sesungguhnya air tersebut tetap mensucikan, walaupun perubahannya banyak.

وَكَذَا الْمُتَغَيِّرُ بِمُخَالِطٍ لَايَسْتَغْنِي الْمَاءُ عَنْهُ كَطِيْنٍ وَطُحْلَبٍ وَمَافِيْ مَقَرِّهِ وَمَمَرِّهِ وَالْمُتَغَيِّرُ بِطُوْلِ الْمُكْثِ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ.

Begitu juga hukumnya tetap mensucikan, adalah air yang berubah sebab tercampur barang-barang mukhalith yang tidak bisa dihindari oleh air, seperti lumpur, lumut, barang-barang yang berada di tempat berdiamnya air dan tempat aliran air, serta air yang berubah sebab terlalu lama diam. Maka sesungguhnya air-air tersebut hukumnya suci mensucikan.

4. Air Mutanajjis

(وَ) الْقِسْمُ الرَّابِعُ (مَاءٌ نَجَسٌ) أَيْ مُتَنَجِّسٌ. وَهُوَ قِسْمَانِ.

أَحَدُهُمَا قَلِيْلٌ (وَهُوَ الَّذِيْ حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسِةٌ) تَغَيَّرَ أَمْ لَا (وَهُوَ) أَيْ وَالْحَالُ أَنَّهُ مَاءٌ (دَوْنَ قُلَّتَيْنِ)

Bagian yang ke empat adalah air najis, maksudnya air yang terkena najis. Air najis ini terbagi menjadi dua.

Salah satunya adalah air najis yang sedikit. Yaitu air yang terkena najis, baik sampai berubah (sifatnya) ataupun tidak, dan kondisi air tersebut kurang dari dua Qullah.

وَيُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا الْقِسْمِ الْمَيْتَةُ الَّتِيْ لَادَمَ لَهَا سَائِلٌ عِنْدَ قَتْلِهَا أَوْ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا كّالذُّبَابِ إِنْ لَمْ تُطْرَحْ فِيْهِ وَلَمْ تُغَيِّرْهُ

Dari bagian ini (air mutanajis yang sedikit), mengecualikan bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya ketika dibunuh atau dipotong anggota badannya seperti lalat, jika memang tidak sengaja dimasukkan dan tidak sampai merubah sifat air.

وَكَذَا النَّجَاسَةُ الَّتِيْ لَايُدْرِكُهَا الطَّرْفُ.

فَكُلُّ مِنْهُمَا لَايُنَجِّسُ الْمَاءَ. وَيُسْتَثْنَى أَيْضًا صُوَرٌ مَذْكُوْرَاتٌ فِي الْمَبْسَوْطَاتِ.

Begitu juga dikecualikan adalah najis yang tidak nampak oleh mata.

Maka kedua najis ini tidak sampai menajiskan air. Dan juga dikecualikan beberapa bentuk najis yang disebutkan di kitab-kitab yang luas pembahasannya.

وَأَشَارَ لِلْقِسْمِ الثَّانِيْ مِنَ الْقِسْمِ الرَّابِعِ بِقَوْلِهِ (أَوْ كَانَ) كَثِيْرًا (قُلَّتَيْنِ) فَأَكَثَرَ (فَتَغَيَّرَ) يَسِيْرًا أَوْ كَثِيْرًا

Dan mushannif memberi isyarah terhadap bagian kedua dari bagian air yang ke empat ini dengan ungkapan beliau, “atau air yang terkena najis itu ukurannya banyak, dua Qullah atau lebih, namun berubah sifatnya, baik berubah sedikit ataupun banyak.”

 

Posting Komentar untuk "Macam- Macam Jenis Air dalam Kitab Fathul Qorib"